Rosario LAUDATO SI MEI 2020
Sumber dari Booklet Rosario (pdf)
DOA ROSARIO
LAUDATO SI
Pokok-pokok Renungan
Peristiwa Doa Rosario
dari Ensiklik Laudato Si
Disiapkan oleh:
Al. Andang L. Binawan, SJ
Martin Harun, OFM
Peter Kurniawan Subagyo, OMI
Ferr Sutrisna Wijaya, Pr
Layout:
V, Jayasupeno
Daftar Isi <sulahkan klik sesuai peristiwa>
- Pengantar
Pengantar
Pada awal Maret 2020
yang lalu, Paus Fransiskus membuat
rekaman ajakan untuk kita semua, khususnya
umat Katolik, menyediakan waktu tanggal 16-24 Mei 2020 sebagai Pekan Laudato Si.
Hal ini bertepatan dengan ‘ulang-tahun’
kelima ensiklik tentang lingkungan hidup
Laudato Si yang dikeluarkan pada tanggal 24 Mei 2015. Beliau mengajak kita untuk sungguh
membangun kesadaran, bertobat dan
bertindak memelihara bumi seisinya, dan mewariskan bumi yang baik kepada anak cucu kita.
Ensiklik
Laudato Si memang sudah beliau sampaikan kepada kita sejak 2015, tetapi ternyata belum banyak yang sungguh memahaminya, apalagi
melaksanakannya. Itulah salah satu
alasan ajakan di atas. Kita tahu,
permasalahan lingkungan hidup menjadi makin
berat. Bukan tidak mungkin, rusaknya bumi
ikut berpengaruh terhadap merebaknya pandemi corona yang sedang kita hadapi. Secara hati-hati,
beliau menyatakan bahwa pandemi corona
adalah respons 3 atau ‘tanggapan’ bumi atas ulah manusia yang selama ini kurang peduli. Dalam ensiklik Laudato Si,
seperti juga ditekankan Bapak Ignatius Kardinal Suharyo dalam homili misa
Paskah pontifikal Minggu 12 April 2020 lalu,
kita perlu melakukan pertobatan ekologis.
Dalam upaya agar pertobatan ekologis bisa
terwujud, yang didasari pemahaman dan
kesadaran baru itu, ensiklik Laudato Si perlu
lebih dikenali umat. Untuk itulah dibuat
teks doa Rosario Laudato
Si ini,
yang mencoba mengaitkan pokok-pokok renungan setiap peristiwa dalam doa Rosario dengan beberapa
isi penting dalam ensiklik Laudato Si.
Upaya ini didasari pengandaian bahwa
ensiklik Laudato Si adalah bimbingan iman
dan spiritualitas Kristen (Katolik) tentang bumi dengan segala macam permasalahannya ini, yang
tentu erat kaitannya dengan kisah
keselamatan dalam Injil.
Ensiklik ini
terdiri dari 6 bab (36 sub-bab, 246 paragaraf).
Isinya sangat kaya dan mendalam, sehingga tidak mungkin semua dimasukkan dalam renungan
peristiwa- peristiwa doa Rosario. Tentu,
baik diketahui bahwa doa Rosario ini adalah doa Rosario biasa,
meski isi renungannya dikaitkan dengan
pokok-pokok gagasan yang ada dalam
ensiklik Laudato Si.
Upaya
mengintegrasikan ensiklik Laudato Si dalam renungan doa Rosario dimulai dengan merasakan
‘nada’ tiap peristiwa dan mencocokkannya
dengan ‘nada’ ga4
gasan yang disampaikan Paus
Fransiskus dalam bab-bab dan
paragraf-paragraf ensiklik itu. Dengan demikian, paragraf diacu tidak berurutan. Pun, yang
kemudian ditulis sebagian besar hanyalah pokok gagasannya atau keprihatinan dasarnya. Hal itu
diupayakan ditulis dengan bahasa yang
lebih sederhana, yang diharapkan dapat
lebih dipahami umat. Agar renungan bisa lebih
mengena, di bagian akhir hampir setiap pokok renungan dibuat satu paragraf ajakan untuk merenungkan
lebih dalam, atau melakukan pertobatan,
atau juga melakukan satu-dua aksi yang
lebih nyata, yang relevan dengan situasi
kita. Meski begitu, bagi mereka yang ingin lebih membaca dan mendalaminya, dicantumkan dalam
catatan kaki nomor-nomor paragraf dari
ensiklik Laudato Si yang
menjadi acuan. Teks ensiklik Laudato Si, baik yang berbahasa Indonesia maupun yang berhasa
asing, bisa diunduh melalui internet.
Untuk seluruh proses ini, ‘bahan baku’ kami
siapkan berempat, masing-masing satu
peristiwa, yaitu Rm. Martin Harun, OFM,
Rm. Peter Kurniawan Subagyo, OMI, Rm.
Ferry Sutrisna Wijaya, Pr dan saya sendiri. Setelah draft pertama saya buat, saya memohon masukan
dari banyak rekan awam, yang tidak bisa
saya sebut satu persatu, agar bahasa dan
pesannya sungguh dapat dipahami umat.
Untuk mereka itu, saya ucapkan banyak terima
kasih. 5 Akhirnya,
semoga teks doa Rosario Laudato Si ini bisa mendorong tumbuhnya pertobatan ekologis, sehingga bumi dan segala makhluk di atasnya,
dapat hidup dalam damai di dalam rumah
bersama ini. Berkah Allah selalu
berlimpah!
Jakarta, pada hari bumi (22 April) 2020
Al. Andang L. Binawan, SJ.
Catatan: Seperti dikatakan dalam pengantar, pada dasarnya Doa Rosario ini adalah doa Rosario biasa, hanya isi
renungannya agak berbeda. Karena itu,
struktur atau tata urutan doa-doanya sama.
Pokok-pokok renungan di bawah ini dibacakan setelah Doa Bapa kami di awal setiap peristiwa.
PERISTIWA GEMBIRA
PERISTIWA GEMBIRA
PERTAMA:
Maria Menerima Kabar Gembira dari Malaikat Gabriel
Salam hai engkau yang
dikaruniai, Tuhan menyertai engkau;
jangan takut, hai Maria, sebab engkau
beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya
engkau akan mengandung dan melahirkan
seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau
menamai dia Yesus. (Luk 1:28b,30b-31).
Kabar gembira Allah
yang mau datang ke dunia mengingatkan
kembali pada kita bahwa pada dasarnya
seluruh alam ciptaanNya baik adanya, dan
manusia diciptakan sebagai gambar dan rupaNya yang sungguh amat baik (Kej. 1:26-31). Allah mau
terus menyapa ciptaanNya, memperbaiki
segala kerusakan dan terputusnya hubungan-hubungan yang diakibatkan oleh dosa manusia. Dalam peristiwa ini, kita
melihat teladan Maria yang mau
berperan-serta menjadi hamba Allah,
menjadi ‘jembatan penghubung’ antara Allah dan
dunia.
Mengikuti teladan Maria, setiap pengikut Kristus, yang pada dasarnya juga punya kehendak baik,
diajak untuk terlibat dalam karya
penebusan itu, memperbaiki hubungan
manusia dan alam yang retak dan rusak. Meneladan
Maria menjadi hamba berarti ikut aktif memelihara alam ciptaan-Nya, bukan menjadi penguasa yang hanya mengambil manfaat dan merusak
bumi.
Di Indonesia ini, kita sungguh
bersyukur atas kekayaan alam yang
luar-biasa, meski sekarang banyak yang
sudah rusak. Karena itu, mari kita mohon agar bisa menjadi ‘hamba Allah’ seperti Maria,
berperan-serta “melindungi alam dan
saudara-saudarinya yang paling rentan,”
dan memelihara taman dunia.1
1 Pokok
renungan dari gembira yang pertama ini didasarkan pada butir pemikiran Laudato Si (LS) no. 62-67 dan 82.
PERISTIWA GEMBIRA KEDUA:
Maria Mengunjungi Elisabet,
Saudarinya.
Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai Ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? (Luk1:42-43)
Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai Ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? (Luk1:42-43)
Sesudah menerima kabar
gembira dari malaikat Maria segera pergi
mengunjungi Elisabeth, saudaranya. Mereka
bersaudara, sehingga mau saling berbagi dan saling menguatkan dalam tugas yang berat.
Persaudaraan Maria dan Elisabet tentunya
mengingatkan kita pada kata-kata St.
Fransiskus Asisi bahwa semua manusia bahkan
semua makhluk adalah saudara sebagai anakanak
Allah Bapa yang sama. Seharusnya hidup dalam harmoni, dengan Tuhan, sesama, dan alam.
Pun, seperti Maria, kita seharusnya tidak
hanya diam namun bergerak. Kita perlu
saling menyapa dan mendukung. Panggilan
untuk terlibat dalam karya keselamatan
dan penebusan dunia tidak bisa dilaksanakan
sendirian. Kita perlu melibatkan semua
pihak. Kita bergandeng tangan dan bergerak bersama. Warta keselamatan Allah memang memerlukan
gerak dan dialog bersama, apalagi karena
terkait dengan keselamatan bumi sebagai rumah bersama. Dialog dan kerjasama dalam lingkungan lokal, nasional,
maupun global sangat diperlukan. Dialog
meliputi dialog ilmiah, dialog budaya,
dialog politik, dan tentunya dialog iman
dan karya serta agama dengan ilmu.
Di sekitar kita, banyak orang juga mau menjaga bumi seisinya. Karena itu, bersama Bunda
Maria kita mohon agar bisa bekerjasama
dengan siapa pun yang berkehendak baik
untuk memelihara bumi rumah kita bersama ini.2
2 Pokok
renungan dari gembira yang kedua ini didasarkan pada butir pemikiran Laudato Si no. 63, 84-88, 163-201
dan 228-232. 10
PERISTIWA GEMBIRA KETIGA:
Yesus Dilahirkan di
Bethlehem
Maria melahirkan seorang anak laki-laki, lalu dibungkusnya dengan kain lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. (Luk 2:7)
Maria melahirkan seorang anak laki-laki, lalu dibungkusnya dengan kain lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. (Luk 2:7)
Dengan lahir di dunia,
Yesus mau menyapa secara dekat dan nyata
dunia ciptaan Bapa yang begitu berharga.
Ia bukan hanya mau menyapa manusia, melainkan
juga seluruh penghuni bumi. Dengan datang dan hadir di dunia, “Yesus mengangkat kembali
iman alkitabiah akan Allah Sang
Pencipta, sambil menekankan suatu
kebenaran mendasar: Allah adalah Bapa (lih.
Mat. 11:25). Dalam percakapan dengan murid-murid- Nya, Yesus mengundang mereka untuk mengenali
hubungan kebapaan yang dimiliki Allah
dengan semua makhluk.” Pun, dengan lahir
di dunia, “Satu Pribadi Allah Tritunggal
masuk ke dalam dunia ciptaan dan menjalani
nasib-Nya bersama alam ciptaan itu sampai di kayu salib dan bekerja secara tersembunyi di seluruh
realitas alam tanpa meniadakan
otonominya.”
Ia pun mau mengajarkan
bahwa semua mempunyai martabat karena
diciptakan oleh Allah sebagai Bapa yang sama dan setiap makhluk adalah wujud kelembutan hati Bapa yang memberinya tempat di dunia.
Bahkan kehidupan sekilas dari makhluk
yang paling hina adalah objek cinta-Nya,
dan dalam beberapa detik hidupnya ia dirangkul
dalam kasih sayang-Nya.
Sebagai ucapan
syukur, mari kita berdoa: “Putra Allah,
Yesus, segala sesuatu diciptakan melalui Engkau. Engkau dibentuk dalam rahim Maria, Engkau
telah menjadi bagian dari bumi ini, dan
Engkau telah melihat dunia dengan mata
manusia. Sekarang ini Engkau hidup dalam
setiap makhluk dengan kemuliaan kebangkitan-Mu. Terpujilah Engkau!”3 3
Lihat
butir pemikiran Laudato Si no. 69, 77, 97 dan 246. 12
PERISTIWA GEMBIRA
KEEMPAT:
Yesus Dipersembahkan dalam
Bait Allah
Simeon berkata pada Maria, sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan. Kelak suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri. (Luk 2:34-35)
Simeon berkata pada Maria, sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan. Kelak suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri. (Luk 2:34-35)
Keluarga Kudus
memenuhi tradisi Yahudi dengan memberikan
persembahan sebagai ucapan terima kasih
kepada Tuhan. Rasa suka cita itu pula yang perlu kita kembangkan karena kita telah diberi
begitu banyak anugerah melalui ciptaan
Tuhan. Seluruh alam adalah tanda kasih
Allah. Selain itu, dengan dipersembahkan
di Bait Allah, Yesus juga mau menunjukkan kepada kita bahwa Ia sungguh mau mempersembahkan
diri untuk dunia, untuk bumi dan seluruh
isinya, termasuk manusia. Bersama Maria
dan Yosef, Yesus mengundang kita juga
untuk memperhatikan keindahan yang ada di
dunia dengan rasa takjub. Adapun Yesus sendiri terusmenerus menjalin relasi dan memberikan perhatian penuh kasih sayang pada alam.
Kemudian,
Ia pun mau memberi teladan bagaimana hidup
penuh harmoni dengan dunia ciptaan dengan
bekerja dalam kesederhanan, sehingga orang-orang heran: “Orang apakah Dia ini, sehingga angin
dan danau pun taat kepada-Nya?” (Mat
8:27). Ia tidak tampil sebagai petapa
yang terpisah dari dunia, atau orang yang
memusuhi hal-hal yang menyenangkan dalam hidup.”4
Mari kita mohon agar mampu selalu bersyukur atas anugerah alam raya, khususnya di
Indonesia ini, dan menjaga harmoni
dengannya. Kita bersyukur atas anugerah
air, udara, tanah, pepohonan, juga binatangbinatang di sekitar kita.
Lihat
butir pemikiran Laudato Si no. 76, 84, 97 dan 98.
PERISTIWA GEMBIRA KELIMA:
Yesus Ditemukan dalam Bait
Allah
Mengapa kamu mencari Aku? Tidaklah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam Rumah Bapa-Ku? Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka (Luk 2:49-50).
Mengapa kamu mencari Aku? Tidaklah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam Rumah Bapa-Ku? Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka (Luk 2:49-50).
Peristiwa ini
mengingatkan kita tentang hal yang biasa
terjadi karena salah faham atau sesuatu kekeliruan, juga dalam hidup beriman. Maria dan Yoseph
mengira bahwa Sang Putra yang tercinta
adalah ‘milik’ mereka, sehingga harus
mencari Yesus. Di sini kita juga diingatkan
bagaimana manusia juga sering membuat kekeliruan, terutama ketika melihat bumi adalah ‘milik’nya
saja. Kekeliruan cara pandang itu
membuat kita juga pernah salah
menafsirkan Kitab Suci. Kita menafsirkan perintah untuk menguasai bumi dengan lebih banyak
merusak, padahal seharusnya
memeliharanya. Manusia juga mengira bahwa
tujuan semua makhluk diciptakan adalah untuk
manusia, padahal seharusnya semua saling
mendukung dan bersama-sama menuju titik akhir yang sama, yang adalah Allah sendiri.
Di situlah kita diingatkan oleh kata-kata
Yesus kepada Maria dan Yoseph, Aku harus
ada di rumah Bapaku (Luk 2:49). Dengan itu, Yesus mengingatkan kita agar sungguh mengikuti kehendak Bapa,
melihat dunia dengan kacamata Allah
Bapa, dan menyadari panggilan “untuk
menjadi rekan kerja Allah Bapa agar planet
kita menjadi apa yang Dia inginkan ketika Ia
menciptakannya, dan agar bumi memenuhi rencana-Nya yaitu perdamaian, keindahan dan keutuhan.”5
Mari kita syukuri panggilan untuk menjadi mitra penciptaan Allah, dan mohon kekuatan kehendak
agar mampu memelihara bumi seisinya
seturut kehendak Bapa, Allah Pencipta.
Kita mohon keterbukaan hati agar lebih
memahami kehendakNya itu. 5
Lihat butir pemikiran Laudato Si no. 53, 75 dan 83. 16
PERISTIWA CAHAYA
PERISTIWA CAHAYA PERTAMA:
Yesus Dibaptis di Sungai
Yordan
Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah turun seperti burung merpati dan hinggap di atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari surga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat. 3:16-17)
Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah turun seperti burung merpati dan hinggap di atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari surga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat. 3:16-17)
Yesus bersedia
dibaptis untuk menunjukkan kepada kita
bahwa Ia pun mau mengikuti kehendak Allah
Bapa dalam hidup-Nya. Yesus adalah jalan yang perlu kita ikuti. Karena itu, pembaptisan Yesus juga
mengingatkan kita akan pembaptisan kita,
yang berarti janji dan niat untuk
mengikuti jalan Yesus, jalan pertobatan dan kemudian mengikuti kehendak Bapa. Sudah cukup jelas bagi kita bahwa mengikuti kehendak Bapa
antara lain ikut memelihara bumi sebagai
rumah bersama.
Yesus dibaptis dengan air
karena air mempunyai makna simbolis yang
kaya. Air bukan hanya untuk kebersihan,
tetapi simbol kehidupan dan kesuburan. Air
bersih sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia dan untuk
mendukung seluruh ekosistem, sehingga membutuhkan
perhatian yang sangat serius mengingat segala
macam persoalannya, dari polusi, kelangkaan,
maupun monopoli perdagangannya. Nilai tinggi air itu ditingkatkan lebih lagi oleh Yesus ketika
memilih untuk dibaptis dengan air. Kita
sendiri pun dibaptis dengan air dan Roh
Kudus menjadi anak-anak Allah. Tentunya,
sangat bertentangan dengan janji baptis kita apabila kita masih membuang-buang air serta turut
mencemarkan air, sungai, danau, dan laut
dengan membuang sampah dan mengalirkan
limbah rumah tangga dan industri ke sungai-sungai.6
Mari kita syukuri anugerah air yang dalam hidup kita, dan mohon agar kita mampu menghargai
air dengan benar serta memperhatikan
kepentingan orang dan makhluk lain. Kita
berusaha menghemat air dan tidak mengotori
sumber-sumber air.
6 Lihat Laudato Si no. 2, 20-21, 28-31, dan 235. 18
PERISTIWA CAHAYA KEDUA:
Yesus Menyatakan Diri-Nya dalam Pesta Pernikahan di Kana
Pemimpin pesta berkata kepada mempelai lakilaki, “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.” (Yoh 2:9-10)
Pemimpin pesta berkata kepada mempelai lakilaki, “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.” (Yoh 2:9-10)
Sama seperti pada
pesta perkawinan di Kana, di mana orang
menghabiskan anggur yang baik dahulu, demikian
juga selama setengah abad terakhir banyak
orang berlomba untuk cepat menghabiskan “anggur terbaik”,
yakni sumber daya alam, untuk mendapat kesenangan dan keuntungan cepat. Karena itu, generasi mendatang dan juga makhluk ciptaan lain hanya
akan diwarisi bumi tanpa sukacita sebab ‘anggurnya’
sudah habis.
Hal itu tentu berlawanan dengan cara Allah
yang mengembangkan bumi yang semakin
kaya dan beraneka ragam hayati. Karena
itu kita diundang untuk kembali kepada
pengembangan dunia dan penggunaan sumber
daya alam yang berkelanjutan, yang juga bisa diwariskan dengan baik kepada generasi yang akan datang.
Sama 19 seperti
sang mempelai Kristus, kita diminta semakin
bijak mengelola alam bumi ciptaan-Nya agar ‘anggur yang baik’ masih terus terjaga kelestariannya
bagi mereka yang datang kemudian.7
Mari kita syukuri bumi Indonesia yang kaya dan indah ini. Kita syukuri keluarga, orang-tua,
serta anakcucu kita. Mari kita bangun
niat untuk bisa mewariskan bumi yang baik
kepada anak-cucu kita itu. Mereka juga
mempunyai hak hidup yang layak, yang menjadi
tanggung-jawab kita juga.
7 Lihat Laudato Si no. 13, 50, 61, 80, 140, 159, 161, 167, dan
191-192. 20
PERISTIWA CAHAYA KETIGA:
Yesus Memberitakan Kerajaan
Allah dan Menyerukan Pertobatan
Sesudah Yohanes ditahan, datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk. 1:15)
Sesudah Yohanes ditahan, datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk. 1:15)
Dalam banyak kesempatan, datangnya
Kerajaan Allah dijelaskan dengan bagus
oleh Yesus dengan menceritakan
perumpamaan tentang alam yang sarat pesan
ilahi. Hal Kerajaan Surga itu diumpamakan dengan gandum di tengah ilalang, juga dengan biji
sesawi yang akan tumbuh dan berbuah.
Kerajaan Allah antara lain tampak dalam
harmoni, keadilan, persaudaraan, dan perdamaian
dengan seluruh ciptaan. Warta Kerajaan Allah
juga mengingatkan kita akan keselarasan hidup
manusia yang didasarkan pada tiga hubungan dasar: hubungan dengan Allah, dengan sesama, dan
dengan bumi.
Mengapa Yesus mengajak kita bertobat?
Sangatlah jelas bahwa cita-cita harmoni
itu masih jauh sekali dari hidup
manusia. Manusia hanya mementingkan dirinya.
Manusia memutuskan keterhubungan dan ke21 salingtergantungan
antarciptaan. Karena itu, setiap perusakan
kita terhadap hutan, keanekaragaman hayati,
air. dan udara berarti juga menolak datangnya Kerajaan Allah, dan itu berarti dosa melawan Tuhan.
Supaya Kerajaan Allah hadir di atas
bumi, kita perlu melakukan pertobatan
ekologis.
Mari sejenak kita lihat alam
di sekitar kita apakah sudah ada
keharmonisan sebagai ciri Kerajaan Allah
seperti dikehendaki-Nya? Terutama di kota-kota, udara kotor. Air terpolusi. Sampah bertebaran. Pun,
hutanhutan digunduli. Bumi dikeruk habis-habisan. Sudahkah kita melakukan upaya pelestarian alam tidak
hanya sebatas semboyan tetapi berwujud
nyata seperti dalam gerakan menanam
pohon, mengurangi sampah plastik? Mari
kita mengikuti seruan Yesus untuk bertobat dari
dosa-dosa ekologis yang selama ini kita lakukan.8
8 Lihat Laudato Si no. 5, 8, 66, 82, 97, 149 dan 217-221. 22
PERISTIWA CAHAYA KEEMPAT:
Yesus Menampakkan
Kemuliaan-Nya
Di sebuah gunung yang tinggi Yesus dan tiga murid-Nya sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya
bercahaya seperti matahari dan
pakaian-Nya menjadi putih berkilauan. (Mat. 17:1-2).
Dalam perjalanan ke Yerusalem, tempat
penderitaan dan kematian Yesus,
ditampakkan kepada tiga murid kemuliaan
yang akan diberikan kepada Yesus sesudah
kebangkitan-Nya. Kemuliaan-Nya menjadi tampak
dengan bantuan alam ciptaan: di atas gunung yang tinggi, bercahaya seperti matahari, suara
dari dalam awan yang terang. Memang,
alam ciptaan akan berperan serta di
akhir zaman ketika Kristus akan menjadikan
segala sesuatu (!) baru, di langit dan bumi yang baru (Why 21:1,5). Saat itu Kristus akan
menyerahkan segala sesuatu (!) kepada Bapa, supaya “Allah menjadi semua dalam semua” (1Kor
15:28). Kita dipanggil untuk mengantar
seluruh alam ciptaan kepada kepenuhannya
dalam Allah.
Kemuliaan Yesus ini
pun memberi tanda kepada kita agar
selalu mempunyai “kesadaran bahwa setiap makhluk mencerminkan sesuatu dari
Allah dan membawa pesan untuk kita
telaah”. Kristus pun “hadir dalam setiap
makhluk, melingkupinya dengan kasihsayang-
Nya dan menembusinya dengan cahaya-Nya.” Ia “menuliskan di dalamnya tata tertib dan
dinamisme, dan manusia tidak berhak
untuk mengabaikan hal itu.”
Mari kita
renungkan bahwa “manusia yang diberkati dengan
kecerdasan dan cinta, serta ditarik kepada
kepenuhan Kristus, dipanggil untuk mengantar
semua makhluk kembali kepada Pencipta mereka.”9 Apakah kita sudah menyadari bahwa Kristus juga
menyelamatkan semua makhluk ciptaan,
bukan hanya manusia saja, dan kita dipanggil untuk ‘memimpin’
mereka kepada keselamatan Kristus?
9 Lihat
Laudato Si no. 83 dan 221. 24
PERISTIWA CAHAYA KELIMA:
Yesus Menetapkan Ekaristi
Ketika Yesus dan
murid-murid-Nya sedang makan, Yesus
mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya
lalu memberikannya kepada mereka dan berkata, “Ambillah, inilah tubuh-Ku.” Sesudah itu Ia mengambil cawan, … dan berkata kepada mereka, “Inilah darah- Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.” (Mrk 14:22-24)
Ekaristi, dalam bahasa Yunani, pada
dasarnya berarti ungkapan terima-kasih.
Kita bersyukur karena sudah menerima
kasih Allah, terutama karena Yesus menjadi
santapan rohani kita, juga meresapi dunia. “Dalam Ekaristi, dunia ciptaan menemukan
keagungannya yang tertinggi. Allah yang
telah menjadi manusia, menjadikan diri-Nya
santapan bagi makhluk ciptaan-Nya.” Dengan
Ekaristi, Yesus “yang menjelma dan yang hadir dalam Ekaristi, menyatu dengan seluruh alam raya
mengucap syukur kepada Allah. Ekaristi
merupakan tindakan kasih kosmik, karena
menyatukan langit dan bumi, merangkul dan
meresapi seluruh ciptaan.”
Selain itu,
mari kita ingat bahwa Ekaristi adalah pelajaran
kasih, pelajaran untuk berbagi. Dengan Eka25 risti,
Yesus mengajak kita untuk berbagi dengan sesama, berbagi makanan, berbagi pengetahuan, berbagi
harapan di atas bumi sebagai rumah
bersama, juga berbagi pada segala
makhluk, agar kita terbebas dari ketamakan.
Pun, dengan itu, Ekaristi yang kita lakukan pada hari Minggu, hari istirahat, bisa “memancarkan
cahayanya bagi seluruh minggu dan
mendorong kita untuk lebih mengusahakan
perlindungan dan pelestarian alam dan kepedulian
pada kaum miskin.”10
Mari kita bersyukur atas rahmat
Ekaristi yang kita terima selama ini.
Kita syukuri makanan rohani yang mendorong
kita untuk peduli pada penderitaan sesama
dan rusaknya bumi ini. Mari kita mohon agar kita pun bisa berbagi dan hidup selaras dengan segala
ciptaan Allah di atas bumi.
10 Lihat
Laudato Si no. 1, 7, 9, 236 dan 237. 26
PERISTIWA SEDIH
PERISTIWA SEDIH PERTAMA:
Yesus Berdoa dalam Sakrat Maut
kepada Bapa di Taman Getsemani
Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambilah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi janganlah menurut kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi.
(Mat 26:39).
Doa Yesus di Taman Getsemani jelas menunjukkan bahwa Ia mendahulukan kehendak Allah Bapa di surga dibandingkan kehendak-Nya sendiri.
Hal ini mengingatkan kita agar juga
berani menjadi “instrumen Allah Bapa
agar planet kita menjadi apa yang Dia inginkan
ketika Ia menciptakannya, dan agar bumi memenuhi rencana-Nya yaitu perdamaian, keindahan, dan keutuhan.” Seluruh ciptaan di alam semesta
adalah milik Allah. Bumi ini juga milik
Allah. Apakah kita manusia yang
diciptakan Allah untuk mengelola dan merawat
seluruh isi bumi (Kej 2:15) sudah menjalankan tugas kita?
Saat
ini ibu bumi atau saudari kita ini sedang merintih kesakitan, dan dalam bayang-bayang
kehancuran, 27 seperti juga Yesus yang merintih. Bumi merintih karena kerusakan yang kita timpakan dan lakukan
kepadanya. Udara, tanah, dan air
diracuni berbagai limbah dan polusi.
Kita membuang sampah sembarangan. Lautan
dan sungai sudah menjadi lautan dan sungai sampah. Planet bumi bahkan sudah menjadi planet
plastik karena begitu banyaknya sampah
plastik. Meneladan pada Yesus, kita
diminta melakukan pertobatan batin yang mendalam,
yang terwujud pada pertobatan ekologis. 11
Mari kita
bertobat dengan mengubah cara hidup atau
kebiasaan-kebiasaan kita agar mampu merawat bumi supaya tetap bersih dan indah, seperti
misalnya kebiasaan menaruh sampah pada
tempatnya, memelihara tanaman, dan juga
kebiasaan hemat air serta listrik.
11 Lihat Laudato Si no. 1-2, 53 dan 217. 28
PERISTIWA SEDIH KEDUA:
Yesus Didera
Mereka memukul kepalanya-Nya
dengan buluh, dan meludahi-Nya dan
berlutut menyembah- Nya. Sesudah
mengolok-olok Dia, mereka menanggalkan jubah
ungu yang dipakai-Nya dan mengenakan
lagi pakaian-Nya kepada-Nya. (Mrk 15:19-20a).
Ketika
kita mengikuti St. Paulus yang mengatakan
bahwa “kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Allah memperdamaikan
segala sesuatu dengan diri-Nya, baik
yang ada di bumi, maupun yang ada di
surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh
darah salib Kristus” (Kol 1:19-20), menjadi jelas bahwa saat ini pun Yesus didera dan merintih
kesakitan ketika kita menyakiti dan
merusak bumi dan segala isinya dengan
gaya hidup kita. “Kejahatan terhadap alam
adalah dosa terhadap diri kita sendiri dan dosa
terhadap Allah”. Apakah kita sadar bahwa gaya hidup kita menyakiti Allah Sang Pencipta semesta
alam?
Gaya hidup yang menyakiti bumi dan
segala isinya adalah budaya gampang
membuang. Sangat sering kita menggunakan
piring, gelas, sendok, garpu, dan sedotan
plastik sekali pakai yang langsung dibuang menjadi 29 sampah.
Kita membuang banyak makanan padahal membuang
makanan sama saja dengan mencurinya dari
orang miskin dan kelaparan. Tidak hanya barang. Tak jarang, kita pun suka ‘membuang’ atau
mengucilkan orang yang tidak kita sukai
karena perbedaan suku, agama, pilihan
politik, dan perbedaan lainnya.
Mari
kita bertobat dengan mengusahakan persaudaraan
sejati dengan semua orang, dengan berusaha menghabiskan
makanan yang kita ambil dan mau berbagi
makanan dengan mereka yang miskin dan kelaparan.12 Mari kita juga berusaha mengurangi pemakaian barang sekali pakai yang biasanya langsung dibuang,
seperti kantong plastik dan
kemasan-kemasan makanan-minuman.
12 Lihat Laudato Si no. 8, 22 dan 50. 30
PERISTIWA SEDIH KETIGA:
Yesus Dimahkotai Duri
Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruh di atas kepala-Nya. Kemudian mereka mulai memberi hormat kepada-Nya, katanya, “Salam, hai raja orang Yahudi.” (Mrk 15:17-18).
Yesus dimahkotai duri berarti Ia
dihina meski seolaholah dihormati. Tak
jarang, sikap dan pilihan hidup kita,
yang seolah menghormati Allah, justru menghina-
Nya. Lihatlah, ketika kita memanfaatkan sumber-daya alam dalam ketamakan atau keserakahan, kita
bukan memuji dan menghormati-Nya,
melainkan memahkotai- Nya dengan duri!
Manusia telah ‘dimahkotai’ dengan akal
budi untuk bisa hidup dengan baik bersama seluruh ciptaan di atas bumi. Sayangnya, sekarang
ini, akal budi yang telah dikembangkan
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
justru berkembang salah arah, merusak keutuhan
ciptaan. Manusia menjadi sombong dan congkak.
Lihatlah, saat ini isi bumi dijarah dengan kegiatan penambangan yang tidak bertanggungjawab.
Hutan digunduli dan dibakar, sehingga
asapnya menyebabkan banyak orang sakit.
Kawasan hutan dan alam yang berguna untuk sumber makanan, obat dan berbagai manfaat, dirusak, dan binatang-binatang pun
kehilangan tempat tinggal. Bumi pun
makin panas dan iklim berubah. Itulah
akibat dari cara berpikir ekonomis jangka pendek yang keliru. Itulah mahkota duri Yesus saat
ini.13
Mari kita bertobat dengan mengubah cara berpikir kita yang lebih suka akan keuntungan diri
yang sesaat. Mari kita juga berusaha
mewujudkannya dengan sungguh menjaga
kelestarian hutan dan alam dengan gununggunung,
lembah dan sungai-sungainya. Mari kita pelihara juga tanaman-tanaman yang ada di sekitar kita
dan tidak semena-mena pada binatang-binatang
yang ada.
13
Lihat Laudato Si no. 9, 32, dan 102-114.
32
PERISTIWA SEDIH KEEMPAT:
Yesus Memanggul Salib-Nya
Sambil memikul salib-Nya, Ia pergi keluar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, yang dalam bahasa Ibrani disebut Golgota. (Yoh 19:16b).
Sampai
saat ini Yesus masih memanggul salib kita,
memanggul dosa manusia karena manusia tidak peduli
pada alam dan sesama. Manusia terus saja
egois, serakah, hanya berpikir untuk mencari apa yang menguntungkan dan menyenangkan dirinya
sendiri saja. Sangatlah jarang orang
yang mau sungguh merawat bumi dan segala
isinya agar tetap bersih, indah, dan baik
serta dapat menunjang kehidupan anak-anak dan
generasi yang akan datang.
Ada
tiga antroposentrisme modern yang disebut
Paus Fransiskus, yang menjadi sumber keserakahan baru. Hal itu bisa kita refleksikan sebagai
tiga hal yang membuat Yesus sungguh
terbebani dan membuat-Nya jatuh tiga
kali. Yang pertama adalah relativisme praktis, yaitu suatu sikap dan cara pandang yang
menganggap bahwa segala sesuatu yang
tidak langsung melayani kepentingannya
sendiri itu tidak penting. Yang kedua adalah
melihat pekerjaan semata-mata untuk mendapat
keuntungan ekonomi, bukan untuk pengembangan
diri dan pemeliharaan bumi. Yang ketiga adalah teknologi biologis (misal rekayasa genetika) yang tidak memperhatikan etika kehidupan dan melulu
untuk kepentingan sekelompok orang.14
Mari kita bertanya pada diri: sampai kapan kita berkubang
dalam egoisme dan keserakahan kita, dengan mengorbankan alam serta sesama? Mari kita
mohon rahmat kerendahan hati agar kita
mampu bertobat dari kecongkakan dan
ketamakan kita, tidak mencari keuntungan
diri, dengan mengorbankan sesama dan alam.
14 Lihat
Laudato Si no. 36, 115-122, 128, 134, 160 dan 204
PERISTIWA SEDIH KELIMA:
Yesus Wafat di Salib
Yesus berseru dengan suara nyaring “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”. Sesudah berkata demikian Ia menyerahkan
nyawa- Nya. (Luk 23:46).
Kematian Yesus mengingatkan kita akan
kematian banyak orang miskin dan
bayi-bayi, juga matinya banyak spesies
dan hancurnya keanekaragaman-hayati sebagai
akibat langsung dari rusaknya alam, ‘hasil’
dari dosa ketamakan manusia, dosa ekologis yang paling kentara. Egoisme membuat masing-masing
lebih mementingkan diri sendiri,
sehingga membunuh yang lemah. Ada banyak
manusia serakah yang egois tidak bisa
mendengar jeritan ibu bumi yang rusak dan jeritan sesama yang miskin.
Dengan kematian Yesus, kita bukan hanya
ditebus, tetapi juga diingatkan tentang
makna kematian dan hidup kita, tentang
kesaling-tergantungan kita, dan juga tentang
suatu masa depan untuk dibagi bersama. Pilihan
gaya hidup kita akan menentukan masa depan planet bumi, dan pertobatan ekologis adalah
syaratnya. Dalam cakrawala itu, kita
diajak untuk meyakini bahwa tidak ada yang
sia-sia kalau kita berbuat baik. Meski tampak
kecil dan sederhana, satu dua tindakan nyata kepedulian pada sesama serta aktif menjaga keasrian lingkungan
pasti akan berdampak luas.15
Mari kita mohon ampun pada Allah Bapa atas dosa-dosa ekologis kita. Selama ini kita
kurang merasakan derita kematian
saudara-saudara yang lemah dan
terlantar, serta kurang peduli atas hancurnya keanekaragaman- hayati di bumi kita, khususnya di Indonesia ini. Kita mohon rahmat Tuhan, dengan bantuan Bunda Maria, agar bisa mewujudkan pertobatan
ekologis dalam hidup sehari-hari.
15 Lihat
Laudato Si no. 29, 32-42, 39, 202 dan 212.
36
PERISTIWA MULIA
PERISTIWA MULIA PERTAMA:
Yesus Bangkit dari antara Orang Mati
Malaikat itu berkata, janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab
Ia telah bangkit, sama seperti yang
telah dikatakan-Nya. (Mat 28:5-6).
Dikatakan
oleh St. Paulus bahwa Yesus adalah gambar
Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan. Ia pula
yang pertama bangkit dan kemudian
memperdamaikan segala sesuatu dengan
diri-Nya, baik yang ada di bumi maupun yang ada
di sorga (Kol 1:15,18,20). Itu berarti,
seperti dikatakan St. Fransiskus
Asisi, sebenarnya semua makhluk di atas bumi
itu bersaudara, yang harus saling mendukung dalam gerak menuju Allah, menuju keselamatan, dan
kebangkitan abadi. Semua ciptaan saling
tergantung dan saling memberi kehidupan
selama di dunia. Bukan hanya manusia
yang akan mendapatkan keselamatan, maka manusia
bukan penguasa yang hanya hidup untuk dirinya.
Dalam kesadaran itu, dan dalam kesatuan dengan Yesus yang telah bangkit, marilah kita
berdoa: Ya Allah
Tritunggal, persekutuan kasih yang agung
dan tanpa batas, ajarkan kami untuk menatap Engkau dalam keindahan alam semesta, di mana segala
sesuatu berbicara tentang Dikau.
Bangkitkan puji dan syukur kami atas
semua makhluk ciptaan-Mu. Anugerahilah kami
agar dapat merasakan ikatan mendalam dengan
semua yang ada.
Allah yang
mahakasih, tunjukkan tempat kami di dunia
ini sebagai sarana kasih-Mu untuk semua makhluk
di bumi ini, karena tiada yang Engkau lupa. Terangilah para pemegang kekuasaan dan modal agar mereka menjaga diri terhadap dosa
ketidakpedulian, mencintai kesejahteraan
umum, memajukan orang lemah, dan merawat
dunia yang kami huni. Mari, terutama
bersama orang-orang miskin dan seluruh
bumi kita mohon: Ya Tuhan, peganglah kami
dengan kuasa dan terang-Mu untuk melindungi segenap yang hidup, untuk menyiapkan masa depan yang
lebih baik untuk mendatangkan
Kerajaan-Mu, Kerajaan keadilan, damai,
cinta, dan keindahan. Terpujilah Engkau!”16
16 Lihat
Laudato Si no. 83, 100, 244 dan 246. 38
PERISTIWA MULIA KEDUA:
Yesus Naik ke Surga
Sesudah Ia mengatakan demikian, Ia diangkat ke surga disaksikan oleh mereka, dan awan
menutup- Nya dari pandangan mereka. Hai
orang Galilea, mengapa kamu berdiri
melihat ke langit? Yesus ini, yang
diangkat ke surga meninggalkan kamu,
akan kembali dengan cara yang sama seperti
kamu lihat Dia naik ke surga. (Kis1:9-11).
Yesus
naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi
kita (cf. Yoh. 14: 2). Di akhirat, kita akan menemukan diri kita berhadapan muka dengan keindahan
Allah yang tak terbatas (1Kor. 13:12),
dan dengan kagum dan bahagia, kita akan
mampu membaca rahasia alam semesta yang
bersama-sama menuju ke rumah kita bersama
di surga. Kehidupan kekal akan menjadi sebuah
pengalaman bersama yang mengagumkan, di mana setiap makhluk berubah rupa dengan
gemerlapan, akan mengambil tempatnya,
dan akan memiliki sesuatu untuk
dipersembahkan kepada kaum miskin yang telah
dibebaskan untuk selamanya.
Karena
itu, Allah yang memanggil kita kepada suatu
komitmen yang murah hati dan rela memberikan segalanya,
memberi kita kekuatan dan juga terang yang
kita butuhkan untuk bergerak maju. Di tengah dunia ini, Tuhan kehidupan yang begitu mengasihi
kita, terus hadir. Ia tidak menjauhi
kita, Ia tidak meninggalkan kita sendirian,
karena Ia telah menyatukan diri-Nya definitif
dengan bumi kita, dan kasih- Nya terus-menerus mendorong
kita untuk menemukan jalan-jalan baru.
Terpujilah Dia!17
Mari kita mohon agar mampu merasakan
kekuatan cinta dan harapan-Nya, terutama
harapan yang bisa menguatkan kita
menghadapi saat-saat sulit ini. Kita mohon
harapan yang juga mendorong kita agar bisa
bersaudara dengan semua ciptaan di atas bumi. Kita juga mohon agar mendapatkan cara-cara baru
untuk mengelola bumi dan merawat
kehidupan semua mahluk.
17 Lihat Laudato Si no. 243 dan 245. 40
PERISTIWA MULIA KETIGA:
Roh Kudus Turun atas Para Rasul
Tiba-tiba terdengarlah bunyi dari langit seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk, lalu mereka
semua dipenuhi Roh Kudus, dan mulai
berbicara dalam bahasa lain, seperti
yang diberikan oleh Roh itu kepada
mereka untuk dikatakan. (Kis 2:2,4)
Roh Kudus yang turun atas para rasul
adalah Roh yang menyatukan, tetapi
sekaligus Roh yang menyalakan dan
menggerakkan cinta, daya cipta yang tak terbatas. Roh yang menyatukan itu adalah Roh yang
menyatakan bahwa kita semua bersaudara
dalam Allah Bapa. Sebagai saudara, kita
saling tergantung, saling menghidupi. Karena
itu perlu saling menghargai dan melindungi, bukan hanya menyelamatkan diri sendiri saja, yang
justru akan berujung pada kehancuran dan
kematian.
Roh Kudus yang menyalakan
cinta adalah Roh yang mendorong kita
untuk melakukan hal-hal kecil dan
sederhana bagi sesama dan bumi ini. Secara pribadi kita bisa melakukannya, sehingga secara
bersama kita bisa membuat kebiasaan
baru, seperti hemat air, hemat makanan,
hemat listrik, mengurangi pemakaian plastik
sekali pakai, dan juga memilah dan mengurangi sampah. Pun, jika kita punya
kemampuan, Roh itu pula yang mendorong
untuk mewujudkan kesejahteraan umum
secara nasional maupun global. Kita didorong
untuk berani menyampaikan keprihatinan kita dan juga didorong untuk bertindak nyata.
Karena itu pula, mari kita berdoa: “Roh
Kudus, dengan terang-Mu Engkau
mengarahkan dunia ini kepada kasih Bapa
dan menyambut rintihan segala makhluk, termasuk
rintihan kami pada masa ini. Engkau juga
hidup dalam hati kami, menguatkan kami, dan
mendorong kami melakukan apa yang
baik. Terpujilah Engkau!”18
18 Lihat Laudato Si no. 80, 228-232, dan 246. 42
PERISTIWA MULIA KEEMPAT:
Maria Diangkat ke Surga
Jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa dengan perantaraan Yesus, Allah akan mengumpulkan bersama-sama dengan Dia, mereka yang telah meninggal. Sesudah itu kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama Tuhan. (1Tes 4:14,17)
Maria Diangkat ke Surga
Jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa dengan perantaraan Yesus, Allah akan mengumpulkan bersama-sama dengan Dia, mereka yang telah meninggal. Sesudah itu kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama Tuhan. (1Tes 4:14,17)
Dengan
diangkat ke surga, Maria adalah Ibu dan Ratu
seluruh ciptaan. Dalam tubuh kemuliaannya,
bersama dengan Kristus yang bangkit, sebagian dari ciptaan telah mencapai kepenuhan
keindahannya. Ia tidak hanya menyimpan
dalam hatinya seluruh kehidupan Yesus
yang ia asuh dengan setia (bdk. Luk 2:19,51),
tetapi sekarang pun ia memahami arti segala
sesuatu.19
Oleh karena itu, marilah kita mohon
bantuan Bunda Maria agar kita bisa
memandang dunia ini dengan mata yang
lebih bijaksana, sehingga kita bisa memeliharanya sebaik-baiknya. Kita mohon agar mampu
memahami segala peristiwa yang kita
alami sekarang ini, dan bisa dengan
sungguh hati mengupayakan untuk berbagi dan
berbela rasa, mau menjadi sesama bagi yang lain.
19 Lihat
Laudato Si no. 241. 44
PERISTIWA MULIA KELIMA:
Maria Dimahkotai di Surga
Tampaklah suatu tanda besar di langit; seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepala-Nya. (Why 21:1)
Di surga, Maria telah berubah rupa,
dia hidup dengan Yesus, dan semua
makhluk menyanyikan keelokannya. Dia
adalah “perempuan berselubungkan matahari,
dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah
mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya”. (Why 12:1).
Dari surga itu, Maria, Bunda yang merawat Yesus, sekarang merawat dunia yang terluka ini
dengan kasih sayang dan rasa sakit
seorang ibu. Sama seperti hatinya yang
tertusuk telah meratapi kematian Yesus, sekarang dia merasa kasihan dengan penderitaan
orang-orang miskin yang disalibkan dan
makhluk-makhluk dari dunia yang
dihancurkan oleh kuasa manusia.20
Marilah
kita mohon pada Bunda Maria agar kita peka
terhadap penderitaan banyak orang miskin dan juga penderitaan banyak makhluk di atas bumi ini,
bukan hanya penderitaan diri kita sendiri, sehingga kita tergerak
untuk ikut membantu dan merawatnya. Kita mohon juga agar kita bisa mengupayakan tindakan
kasih dan kepedulian yang nyata dalam
hidup kita sehari hari.
20
Lihat Laudato Si no. 241.
Catatan akhir: Di akhir ensiklik Laudato Si Paus Fransiskus mengajak kita berdoa untuk bumi. Ada dua doa. Yang pertama adalah “Doa untuk Bumi Kita” dan yang kedua “Doa Orang Kristen dalam Kesatuan dengan Ciptaan.” Dua doa itu dicantumkan di sini sebagai tambahan, meski sebagian sudah masuk dalam renungan peristiwa, seperti dalam renungan peristiwa mulia yang pertama. Jika tertarik dan ada waktu, silakan mendoakan di akhir doa Rosario. 47
DOA UNTUK BUMI KITA
Catatan akhir: Di akhir ensiklik Laudato Si Paus Fransiskus mengajak kita berdoa untuk bumi. Ada dua doa. Yang pertama adalah “Doa untuk Bumi Kita” dan yang kedua “Doa Orang Kristen dalam Kesatuan dengan Ciptaan.” Dua doa itu dicantumkan di sini sebagai tambahan, meski sebagian sudah masuk dalam renungan peristiwa, seperti dalam renungan peristiwa mulia yang pertama. Jika tertarik dan ada waktu, silakan mendoakan di akhir doa Rosario. 47
DOA UNTUK BUMI KITA
Allah yang Mahaagung,
Engkau hadir di segenap alam raya.
Engkau hadir pula di setiap jengkal hidup makhluk yang Kaucipta.
Engkau memeluk semua yang ada dengan kelembutan jiwa.
Maka, ya Allahku,
taburilah kami dengan daya cinta-Mu,
penuhilah pula kami dengan damai-Mu,
agar kami mampu memelihara indahnya
kehidupan,
agar kami bisa erat
bersaudara,
tidak saling menabur luka
dan duka.
Allah kaum papa,
tolonglah kami untuk menyelamatkan mereka yang tersisih dan terlupa,
karena di mata-Mu mereka juga begitu
berharga.
Sembuhkanlah hidup kami,
supaya kami dapat sungguh melindungi bumi,
bukan malah menjarahnya,
Kuatkanlah kami agar dapat menaburkan keindahan,
bukan polusi dan kerusakan.
Sentuhlah
hati mereka yang merugikan orang miskin
dan papa,
dan yang merusak bumi demi
keuntungan semata.
Ajarilah kami menemukan makna dari setiap hal yang ada,
agar jiwa kami dipenuhi rasa terpesona,
sehingga mampu menghormati ciptaan-Mu.
Ajarilah kami,
agar kami lebih mampu memahami
makna kebersatuan kami dengan setiap ciptaan
terutama dalam pejiarahan bersama
menuju cahaya-Mu yang abadi.
Kami bersyukur kepada-Mu
karena Engkau berkenan bersama kami setiap
hari,
dan karena itu ya Allahku,
kuatkanlah kami
dalam perjuangan mewujudkan keadilan,
cinta dan damai di bumi.
DOA ORANG KRISTEN
DALAM KESATUAN DENGAN CIPTAAN
Allah Bapa,
bersama
dengan semua makhluk, kami memuji-Mu.
Mereka
berasal dari tangan-Mu yang Mahakuasa.
Mereka
semua milik-Mu,
penuh dengan kehadiran
dan cinta-Mu yang amat lembut.
Terpujilah
Engkau ya Yesus, Putra Allah.
Melalui
Engkau semua diciptakan.
Engkau dibentuk
dalam rahim Maria, Ibu-Mu.
Engkau
menjadi bagian dari seluruh bumi,
dan
Engkau memandang dunia ini
dengan mata
manusia-Mu.
Hari ini, Engkau hidup dalam
setiap makhluk,
dalam kemuliaan
kebangkitan-Mu.
Terpujilah Engkau, ya
Roh Kudus.
Dengan sinar cahaya-Mu Engkau
membimbing dunia ini
menuju cinta Allah
Bapa,
dan menemani seluruh ciptaan
ketika mengeluh dan mengesah dalam kedukaan.
Engkau juga hadir di hati kami,
membimbing kami untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik.
Terpujilah
Engkau ya Allah Tritunggal,
kesatuan
cinta abadi yang mengagumkan.
Ajarilah
kami untuk merenungkan dan mencecapi-Mu
dalam
keindahan alam raya,
karena setiap hal
di dunia ini menyebut-Mu.
Bangkitkanlah
rasa kagum dan syukur kami
atas setiap
makhluk ciptaan-Mu.
Berilah kami rahmat
untuk merasakan kesatuan mendalam
dengan setiap hal yang ada di muka bumi ini.
Allah yang Pengasih,
tunjukkanlah kepada kami
tempat kami di dunia ini,
sebagai saluran kasih-Mu
bagi seluruh makhluk di muka bumi,
karena tak satu pun terlupakan di mata-Mu.
Terangilah mereka yang mempunyai kuasa dan
harta,
agar mereka terhindar dari dosa
ketidakpedulian,
agar mereka dapat
memperjuangkan kebaikan bersama,
mendukung
yang lemah, dan memperhatikan bumi,
tempat
tinggal kami ini.
Mereka yang miskin,
dan juga bumi ini,
menangis.
Karena itu, ya Tuhanku,
rengkuhlah kami dengan kekuatan dan
cahaya-Mu.
Tolonglah kami untuk
melindungi seluruh hidup,
agar mampu
mempersiapkan masa depan
yang lebih
baik,
demi datangnya kerajaan-Mu yang
penuh keadilan,
damai, cinta, dan
keindahan.
Terpujilah Engkau ya Allah!
Amin.
Komentar
Posting Komentar