Rosario LAUDATO SI MEI 2020


Sumber dari Booklet Rosario (pdf)

DOA ROSARIO
LAUDATO SI


Pokok-pokok Renungan
Peristiwa Doa Rosario
dari Ensiklik Laudato Si


Disiapkan oleh:
Al. Andang L. Binawan, SJ
Martin Harun, OFM
Peter Kurniawan Subagyo, OMI
Ferr Sutrisna Wijaya, Pr


Layout:

V, Jayasupeno



Daftar Isi <sulahkan klik sesuai peristiwa>
  1. Pengantar

Pengantar 

Pada awal Maret 2020 yang lalu, Paus Fransiskus  membuat rekaman ajakan untuk kita semua, khususnya  umat Katolik, menyediakan waktu tanggal 16-24  Mei 2020 sebagai Pekan Laudato Si. Hal ini bertepatan  dengan ‘ulang-tahun’ kelima ensiklik tentang lingkungan  hidup Laudato Si yang dikeluarkan pada tanggal 24 Mei  2015. Beliau mengajak kita untuk sungguh membangun  kesadaran, bertobat dan bertindak memelihara bumi  seisinya,  dan mewariskan bumi yang baik kepada anak cucu  kita.  

Ensiklik Laudato Si memang sudah beliau sampaikan  kepada kita sejak 2015, tetapi ternyata belum  banyak yang sungguh memahaminya, apalagi melaksanakannya.  Itulah salah satu alasan ajakan di atas.  Kita tahu, permasalahan lingkungan hidup menjadi  makin berat. Bukan tidak mungkin, rusaknya bumi  ikut berpengaruh terhadap merebaknya pandemi corona  yang sedang kita hadapi. Secara hati-hati, beliau  menyatakan bahwa pandemi corona adalah respons  atau ‘tanggapan’ bumi atas ulah manusia yang selama  ini kurang peduli. Dalam ensiklik Laudato Si, seperti juga  ditekankan Bapak Ignatius Kardinal Suharyo dalam  homili misa Paskah pontifikal Minggu 12 April 2020 lalu,  kita perlu melakukan pertobatan ekologis.  

Dalam upaya agar pertobatan ekologis bisa terwujud,  yang didasari pemahaman dan kesadaran baru  itu, ensiklik Laudato Si perlu lebih dikenali umat.  Untuk itulah dibuat teks doa Rosario Laudato Si ini,  yang mencoba mengaitkan pokok-pokok renungan setiap  peristiwa dalam doa Rosario dengan beberapa isi  penting dalam ensiklik Laudato Si. Upaya ini didasari  pengandaian bahwa ensiklik Laudato Si adalah bimbingan  iman dan spiritualitas Kristen (Katolik) tentang bumi  dengan segala macam permasalahannya ini, yang tentu  erat kaitannya dengan kisah keselamatan dalam Injil.  

Ensiklik ini terdiri dari 6 bab (36 sub-bab, 246 paragaraf).  Isinya sangat kaya dan mendalam, sehingga  tidak mungkin semua dimasukkan dalam renungan peristiwa-  peristiwa doa Rosario. Tentu, baik diketahui  bahwa  doa Rosario ini adalah doa Rosario biasa, meski  isi renungannya dikaitkan dengan pokok-pokok gagasan  yang ada dalam ensiklik Laudato Si.  

Upaya mengintegrasikan ensiklik Laudato Si dalam  renungan doa Rosario dimulai dengan merasakan ‘nada’  tiap peristiwa dan mencocokkannya dengan ‘nada’ gagasan yang disampaikan Paus Fransiskus dalam bab-bab  dan paragraf-paragraf ensiklik itu. Dengan demikian,  paragraf diacu tidak berurutan. Pun, yang kemudian  ditulis  sebagian besar hanyalah pokok gagasannya  atau keprihatinan dasarnya. Hal itu diupayakan ditulis  dengan bahasa yang lebih sederhana, yang diharapkan  dapat lebih dipahami umat. Agar renungan bisa lebih  mengena, di bagian akhir hampir setiap pokok renungan  dibuat satu paragraf ajakan untuk merenungkan lebih  dalam, atau melakukan pertobatan, atau juga melakukan  satu-dua aksi yang lebih nyata, yang relevan dengan  situasi kita. Meski begitu, bagi mereka yang ingin lebih  membaca dan mendalaminya, dicantumkan dalam catatan  kaki nomor-nomor paragraf dari ensiklik Laudato  Si yang menjadi acuan. Teks ensiklik Laudato Si, baik  yang berbahasa Indonesia maupun yang berhasa asing,  bisa diunduh melalui internet.  

Untuk seluruh proses ini, ‘bahan baku’ kami siapkan  berempat, masing-masing satu peristiwa, yaitu Rm.  Martin Harun, OFM, Rm. Peter Kurniawan Subagyo, OMI,  Rm. Ferry Sutrisna Wijaya, Pr dan saya sendiri. Setelah  draft pertama saya buat, saya memohon masukan dari  banyak rekan awam, yang tidak bisa saya sebut satu  persatu, agar bahasa dan pesannya sungguh dapat dipahami  umat. Untuk mereka itu, saya ucapkan banyak  terima kasih.  Akhirnya, semoga teks doa Rosario Laudato Si  ini bisa mendorong tumbuhnya pertobatan ekologis,  sehingga bumi dan segala makhluk di atasnya, dapat  hidup dalam damai di dalam rumah bersama ini. Berkah  Allah selalu berlimpah!  

Jakarta, pada hari bumi (22 April) 2020
Al. Andang L. Binawan, SJ.  


Catatan:  Seperti dikatakan dalam pengantar, pada dasarnya Doa Rosario  ini adalah doa Rosario biasa, hanya isi renungannya agak  berbeda. Karena itu, struktur atau tata urutan doa-doanya sama.  Pokok-pokok renungan di bawah ini dibacakan setelah Doa Bapa  kami di awal setiap peristiwa.


PERISTIWA GEMBIRA 

PERISTIWA GEMBIRA PERTAMA
Maria Menerima Kabar Gembira  dari Malaikat Gabriel 
Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai  engkau; jangan takut, hai Maria, sebab  engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.  Sesungguhnya engkau akan mengandung dan  melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah  engkau menamai dia Yesus.  (Luk 1:28b,30b-31). 
Kabar gembira Allah yang mau datang ke dunia  mengingatkan kembali pada kita bahwa pada  dasarnya seluruh alam ciptaanNya baik adanya, dan  manusia diciptakan sebagai gambar dan rupaNya yang  sungguh amat baik (Kej. 1:26-31). Allah mau terus  menyapa ciptaanNya, memperbaiki segala kerusakan  dan terputusnya  hubungan-hubungan yang diakibatkan  oleh dosa manusia. Dalam peristiwa ini, kita melihat  teladan Maria yang mau berperan-serta menjadi hamba  Allah, menjadi ‘jembatan penghubung’ antara Allah dan  dunia.  

Mengikuti teladan Maria, setiap pengikut Kristus,  yang pada dasarnya juga punya kehendak baik, diajak  untuk terlibat dalam karya penebusan itu, memperbaiki  hubungan manusia dan alam yang retak dan rusak.  Meneladan Maria menjadi hamba berarti ikut aktif memelihara  alam ciptaan-Nya, bukan menjadi penguasa  yang hanya mengambil manfaat dan merusak bumi.  

Di Indonesia ini, kita sungguh bersyukur atas kekayaan  alam yang luar-biasa, meski sekarang banyak  yang sudah rusak. Karena itu, mari kita mohon agar bisa  menjadi ‘hamba Allah’ seperti Maria, berperan-serta  “melindungi alam dan saudara-saudarinya yang paling  rentan,” dan memelihara taman dunia.1  
1 Pokok renungan dari gembira yang pertama ini didasarkan pada butir  pemikiran Laudato Si (LS) no. 62-67 dan 82.    



PERISTIWA GEMBIRA KEDUA
Maria Mengunjungi Elisabet, Saudarinya. 
Diberkatilah engkau di antara semua perempuan  dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku  ini sampai Ibu Tuhanku datang mengunjungi  aku?  (Luk1:42-43) 
Sesudah menerima kabar gembira dari malaikat Maria  segera pergi mengunjungi Elisabeth, saudaranya.  Mereka bersaudara, sehingga mau saling berbagi dan saling  menguatkan dalam tugas yang berat. Persaudaraan  Maria dan Elisabet tentunya mengingatkan kita pada  kata-kata St. Fransiskus Asisi bahwa semua manusia  bahkan semua makhluk adalah saudara sebagai anakanak  Allah Bapa yang sama. Seharusnya hidup dalam  harmoni, dengan Tuhan, sesama, dan alam.  


Pun, seperti Maria, kita seharusnya tidak hanya  diam namun bergerak. Kita perlu saling menyapa  dan mendukung. Panggilan untuk terlibat dalam karya  keselamatan dan penebusan dunia tidak bisa dilaksanakan  sendirian. Kita perlu melibatkan semua  pihak. Kita bergandeng tangan dan bergerak bersama.  Warta keselamatan Allah memang memerlukan gerak  dan dialog bersama, apalagi karena terkait dengan keselamatan bumi sebagai rumah bersama. Dialog dan  kerjasama dalam lingkungan lokal, nasional, maupun  global sangat diperlukan. Dialog meliputi dialog ilmiah,  dialog budaya, dialog politik, dan tentunya dialog iman  dan karya serta agama dengan ilmu.  


Di sekitar kita, banyak orang juga mau menjaga  bumi seisinya. Karena itu, bersama Bunda Maria kita  mohon agar bisa bekerjasama dengan siapa pun yang  berkehendak baik untuk memelihara  bumi rumah kita  bersama ini.2  

2 Pokok renungan dari gembira yang kedua ini didasarkan pada butir  pemikiran Laudato Si no. 63, 84-88, 163-201 dan 228-232.  10 


PERISTIWA GEMBIRA KETIGA: 
Yesus Dilahirkan di Bethlehem 
Maria melahirkan seorang anak laki-laki, lalu  dibungkusnya dengan kain lampin dan dibaringkannya  di dalam palungan, karena tidak ada  tempat bagi mereka di rumah penginapan.  (Luk 2:7) 
Dengan lahir di dunia, Yesus mau menyapa secara  dekat dan nyata dunia ciptaan Bapa yang begitu  berharga. Ia bukan hanya mau menyapa manusia, melainkan  juga seluruh penghuni bumi. Dengan datang  dan hadir di dunia, “Yesus mengangkat kembali iman  alkitabiah akan Allah Sang Pencipta, sambil menekankan  suatu kebenaran mendasar: Allah adalah Bapa (lih.  Mat. 11:25). Dalam percakapan dengan murid-murid-  Nya, Yesus mengundang mereka untuk mengenali hubungan  kebapaan yang dimiliki Allah dengan semua  makhluk.” Pun, dengan lahir di dunia, “Satu Pribadi Allah  Tritunggal masuk ke dalam dunia ciptaan dan menjalani  nasib-Nya bersama alam ciptaan itu sampai di kayu salib  dan bekerja secara tersembunyi di seluruh realitas alam  tanpa meniadakan otonominya.”  

Ia pun mau mengajarkan bahwa semua mempunyai  martabat karena diciptakan oleh Allah sebagai Bapa yang sama dan setiap makhluk adalah wujud kelembutan  hati Bapa yang memberinya tempat di dunia. Bahkan  kehidupan sekilas dari makhluk yang paling hina adalah  objek cinta-Nya, dan dalam beberapa detik hidupnya ia  dirangkul dalam kasih sayang-Nya.  

Sebagai ucapan syukur, mari kita berdoa: “Putra  Allah, Yesus, segala sesuatu diciptakan melalui Engkau.  Engkau dibentuk dalam rahim Maria, Engkau telah  menjadi bagian dari bumi ini, dan Engkau telah melihat  dunia dengan mata manusia. Sekarang ini Engkau hidup  dalam setiap makhluk dengan kemuliaan kebangkitan-Mu. Terpujilah Engkau!”3

 Lihat butir pemikiran Laudato Si no. 69, 77, 97 dan 246.  12 



PERISTIWA GEMBIRA KEEMPAT
Yesus Dipersembahkan dalam Bait Allah 
Simeon berkata pada Maria, sesungguhnya  Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau  membangkitkan banyak orang di Israel dan  untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan  perbantahan. Kelak suatu pedang akan menembus  jiwamu sendiri.  (Luk 2:34-35) 
Keluarga Kudus memenuhi tradisi Yahudi dengan  memberikan persembahan sebagai ucapan terima  kasih kepada Tuhan. Rasa suka cita itu pula yang perlu  kita kembangkan karena kita telah diberi begitu banyak  anugerah melalui ciptaan Tuhan. Seluruh alam adalah  tanda kasih Allah. Selain itu, dengan dipersembahkan  di Bait Allah, Yesus juga mau menunjukkan kepada  kita bahwa Ia sungguh mau mempersembahkan diri  untuk dunia, untuk bumi dan seluruh isinya, termasuk  manusia. Bersama Maria dan Yosef, Yesus mengundang  kita juga untuk memperhatikan keindahan yang ada di  dunia dengan rasa takjub. Adapun Yesus sendiri terusmenerus  menjalin relasi dan memberikan perhatian  penuh kasih sayang pada alam.  

Kemudian, Ia pun mau memberi teladan bagaimana  hidup penuh harmoni dengan dunia ciptaan dengan  bekerja dalam kesederhanan, sehingga orang-orang  heran: “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau  pun taat kepada-Nya?” (Mat 8:27). Ia tidak tampil  sebagai petapa yang terpisah dari dunia, atau orang yang  memusuhi hal-hal yang menyenangkan dalam hidup.”4  

Mari kita mohon agar mampu selalu bersyukur  atas anugerah alam raya, khususnya di Indonesia ini,  dan menjaga harmoni dengannya. Kita bersyukur atas  anugerah air, udara, tanah, pepohonan, juga binatangbinatang  di sekitar kita.  

 Lihat butir pemikiran Laudato Si no. 76, 84, 97 dan 98. 


 PERISTIWA GEMBIRA KELIMA
Yesus Ditemukan dalam Bait Allah 
Mengapa kamu mencari Aku? Tidaklah kamu  tahu, bahwa Aku harus berada di dalam Rumah  Bapa-Ku? Tetapi mereka tidak mengerti apa  yang dikatakan-Nya kepada mereka  (Luk 2:49-50). 
Peristiwa ini mengingatkan kita tentang hal yang biasa  terjadi karena salah faham atau sesuatu kekeliruan,  juga dalam hidup beriman. Maria dan Yoseph mengira  bahwa Sang Putra yang tercinta adalah ‘milik’ mereka,  sehingga harus mencari Yesus. Di sini kita juga diingatkan  bagaimana manusia juga sering membuat kekeliruan,  terutama ketika melihat bumi adalah ‘milik’nya saja.  Kekeliruan cara pandang itu membuat kita juga pernah  salah menafsirkan Kitab Suci. Kita menafsirkan perintah  untuk menguasai bumi dengan lebih banyak merusak,  padahal seharusnya memeliharanya. Manusia juga mengira  bahwa tujuan semua makhluk diciptakan adalah  untuk manusia, padahal seharusnya semua saling  mendukung dan bersama-sama menuju titik akhir yang  sama, yang adalah Allah sendiri.  

Di situlah kita diingatkan oleh kata-kata Yesus  kepada Maria dan Yoseph, Aku harus ada di rumah Bapaku (Luk 2:49). Dengan itu, Yesus mengingatkan  kita agar sungguh mengikuti kehendak Bapa, melihat  dunia dengan kacamata Allah Bapa, dan menyadari  panggilan “untuk menjadi rekan kerja Allah Bapa agar  planet kita menjadi apa yang Dia inginkan ketika Ia  menciptakannya, dan agar bumi memenuhi rencana-Nya  yaitu perdamaian, keindahan dan keutuhan.”5  

Mari kita syukuri panggilan untuk menjadi mitra  penciptaan Allah, dan mohon kekuatan kehendak agar  mampu memelihara bumi seisinya seturut kehendak  Bapa, Allah Pencipta. Kita mohon keterbukaan hati agar  lebih memahami kehendakNya itu.  5
Lihat butir pemikiran Laudato Si no. 53, 75 dan 83.  16 



PERISTIWA CAHAYA 

PERISTIWA CAHAYA PERTAMA
Yesus Dibaptis di Sungai Yordan 
Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air  dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia  melihat Roh Allah turun seperti burung merpati  dan hinggap di atas-Nya, lalu terdengarlah suara  dari surga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku  yang terkasih, kepada-Nyalah Aku berkenan.”  (Mat. 3:16-17) 
Yesus bersedia dibaptis untuk menunjukkan kepada  kita bahwa Ia pun mau mengikuti kehendak Allah  Bapa dalam hidup-Nya. Yesus adalah jalan yang perlu kita  ikuti. Karena itu, pembaptisan Yesus juga mengingatkan  kita akan pembaptisan kita, yang berarti janji dan niat  untuk mengikuti jalan Yesus, jalan pertobatan dan kemudian  mengikuti kehendak Bapa. Sudah cukup jelas  bagi kita bahwa mengikuti kehendak Bapa antara lain  ikut memelihara bumi sebagai rumah bersama.  

Yesus dibaptis dengan air karena air mempunyai  makna simbolis yang kaya. Air bukan hanya untuk  kebersihan, tetapi simbol kehidupan dan kesuburan.  Air bersih sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia dan untuk mendukung seluruh ekosistem, sehingga  membutuhkan perhatian yang sangat serius mengingat  segala macam persoalannya, dari polusi, kelangkaan,  maupun monopoli perdagangannya. Nilai tinggi air itu  ditingkatkan lebih lagi oleh Yesus ketika memilih untuk  dibaptis dengan air. Kita sendiri pun dibaptis dengan  air dan Roh Kudus menjadi anak-anak Allah. Tentunya,  sangat bertentangan dengan janji baptis kita apabila kita  masih membuang-buang air serta turut mencemarkan  air, sungai, danau, dan laut dengan membuang sampah  dan mengalirkan limbah rumah tangga dan industri ke  sungai-sungai.6  

Mari kita syukuri anugerah air yang dalam hidup  kita, dan mohon agar kita mampu menghargai air dengan  benar serta memperhatikan kepentingan orang dan  makhluk lain. Kita berusaha menghemat air dan tidak  mengotori sumber-sumber air.  
6 Lihat Laudato Si no. 2, 20-21, 28-31, dan 235.  18 



PERISTIWA CAHAYA KEDUA
Yesus Menyatakan Diri-Nya  dalam Pesta Pernikahan di Kana 
Pemimpin pesta berkata kepada mempelai lakilaki,  “Setiap orang menghidangkan anggur yang  baik dahulu dan sesudah orang puas minum,  barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau  menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.”  (Yoh 2:9-10) 
Sama seperti pada pesta perkawinan di Kana, di  mana orang menghabiskan anggur yang baik dahulu,  demikian juga selama setengah abad terakhir banyak  orang berlomba untuk cepat menghabiskan “anggur  terbaik”,  yakni sumber daya alam, untuk mendapat kesenangan  dan keuntungan cepat. Karena itu, generasi  mendatang dan juga makhluk ciptaan lain hanya akan  diwarisi bumi tanpa sukacita sebab ‘anggurnya’ sudah  habis.  

Hal itu tentu berlawanan dengan cara Allah yang  mengembangkan bumi yang semakin kaya dan beraneka  ragam hayati. Karena itu kita diundang untuk kembali  kepada pengembangan dunia dan penggunaan sumber  daya alam yang berkelanjutan, yang juga bisa diwariskan  dengan baik kepada generasi yang akan datang. Sama  19  seperti sang mempelai Kristus, kita diminta semakin  bijak mengelola alam bumi ciptaan-Nya agar ‘anggur  yang baik’ masih terus terjaga kelestariannya bagi  mereka yang datang kemudian.7  

Mari kita syukuri bumi Indonesia yang kaya dan  indah ini. Kita syukuri keluarga, orang-tua, serta anakcucu  kita. Mari kita bangun niat untuk bisa mewariskan  bumi yang baik kepada anak-cucu kita itu. Mereka  juga mempunyai hak hidup yang layak, yang menjadi  tanggung-jawab kita juga.  
7 Lihat Laudato Si no. 13, 50, 61, 80, 140, 159, 161, 167, dan 191-192.  20 



PERISTIWA CAHAYA KETIGA
Yesus Memberitakan Kerajaan Allah dan  Menyerukan Pertobatan  
Sesudah Yohanes ditahan, datanglah Yesus ke  Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya:  “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah  dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”  (Mrk. 1:15)  
Dalam banyak kesempatan, datangnya Kerajaan Allah  dijelaskan dengan bagus oleh Yesus dengan  menceritakan perumpamaan tentang alam yang sarat  pesan ilahi. Hal Kerajaan Surga itu diumpamakan dengan  gandum di tengah ilalang, juga dengan biji sesawi yang  akan tumbuh dan berbuah. Kerajaan Allah antara lain  tampak dalam harmoni, keadilan, persaudaraan, dan  perdamaian dengan seluruh ciptaan. Warta Kerajaan  Allah juga mengingatkan kita akan keselarasan hidup  manusia yang didasarkan pada tiga hubungan dasar:  hubungan dengan Allah, dengan sesama, dan dengan  bumi.  

Mengapa Yesus mengajak kita bertobat? Sangatlah  jelas bahwa cita-cita harmoni itu masih jauh sekali  dari hidup manusia. Manusia hanya mementingkan dirinya.  Manusia memutuskan keterhubungan dan ke21  salingtergantungan antarciptaan. Karena itu, setiap  perusakan kita terhadap hutan, keanekaragaman hayati,  air. dan udara berarti juga menolak datangnya Kerajaan  Allah, dan itu berarti dosa melawan Tuhan. Supaya  Kerajaan Allah hadir di atas bumi, kita perlu melakukan  pertobatan ekologis.  

Mari sejenak kita lihat alam di sekitar kita apakah  sudah ada keharmonisan sebagai ciri Kerajaan Allah  seperti dikehendaki-Nya? Terutama di kota-kota, udara  kotor. Air terpolusi. Sampah bertebaran. Pun, hutanhutan  digunduli.  Bumi dikeruk habis-habisan. Sudahkah  kita melakukan upaya pelestarian alam tidak hanya  sebatas semboyan tetapi berwujud nyata seperti dalam  gerakan menanam pohon, mengurangi sampah plastik?  Mari kita mengikuti seruan Yesus untuk bertobat dari  dosa-dosa ekologis yang selama ini kita lakukan.8  
8 Lihat Laudato Si no. 5, 8, 66, 82, 97, 149 dan 217-221.  22  

PERISTIWA CAHAYA KEEMPAT:  
Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya  
Di sebuah gunung yang tinggi Yesus dan tiga  murid-Nya sendirian saja. Lalu Yesus berubah  rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya  seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi  putih berkilauan.  (Mat. 17:1-2).
 Dalam perjalanan ke Yerusalem, tempat penderitaan  dan kematian Yesus, ditampakkan kepada tiga  murid kemuliaan yang akan diberikan kepada Yesus  sesudah kebangkitan-Nya. Kemuliaan-Nya menjadi tampak  dengan bantuan alam ciptaan: di atas gunung yang  tinggi, bercahaya seperti matahari, suara dari dalam  awan yang terang. Memang, alam ciptaan akan berperan  serta di akhir zaman ketika Kristus akan menjadikan  segala sesuatu (!) baru, di langit dan bumi yang baru  (Why 21:1,5). Saat itu Kristus akan menyerahkan segala  sesuatu (!) kepada Bapa, supaya “Allah menjadi  semua dalam semua” (1Kor 15:28). Kita dipanggil untuk  mengantar seluruh alam ciptaan kepada kepenuhannya  dalam Allah.  

Kemuliaan Yesus ini pun memberi tanda kepada  kita agar selalu mempunyai “kesadaran bahwa setiap makhluk mencerminkan sesuatu dari Allah dan membawa  pesan untuk kita telaah”. Kristus pun “hadir  dalam setiap makhluk, melingkupinya dengan kasihsayang-  Nya dan menembusinya dengan cahaya-Nya.” Ia  “menuliskan di dalamnya tata tertib dan dinamisme, dan  manusia tidak berhak untuk mengabaikan hal itu.”  

Mari kita renungkan bahwa “manusia yang diberkati  dengan kecerdasan dan cinta, serta ditarik  kepada kepenuhan Kristus, dipanggil untuk mengantar  semua makhluk kembali kepada Pencipta mereka.”Apakah kita sudah menyadari bahwa Kristus juga menyelamatkan  semua makhluk ciptaan, bukan hanya  manusia  saja, dan kita dipanggil untuk ‘memimpin’ mereka  kepada keselamatan Kristus? 
9 Lihat Laudato Si no. 83 dan 221.  24  

PERISTIWA CAHAYA KELIMA:  
Yesus Menetapkan Ekaristi  
Ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan,  Yesus mengambil roti, mengucap syukur,  memecah-mecahkannya lalu memberikannya  kepada  mereka dan berkata, “Ambillah, inilah  tubuh-Ku.” Sesudah itu Ia mengambil cawan,  … dan berkata kepada mereka, “Inilah darah-  Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi  banyak orang.”  (Mrk 14:22-24)  
Ekaristi, dalam bahasa Yunani, pada dasarnya berarti  ungkapan terima-kasih. Kita bersyukur karena sudah  menerima kasih Allah, terutama karena Yesus menjadi  santapan rohani kita, juga meresapi dunia. “Dalam  Ekaristi, dunia ciptaan menemukan keagungannya yang  tertinggi. Allah yang telah menjadi manusia, menjadikan  diri-Nya santapan bagi makhluk ciptaan-Nya.” Dengan  Ekaristi, Yesus “yang menjelma dan yang hadir dalam  Ekaristi, menyatu dengan seluruh alam raya mengucap  syukur kepada Allah. Ekaristi merupakan tindakan kasih  kosmik, karena menyatukan langit dan bumi, merangkul  dan meresapi seluruh ciptaan.”  

Selain itu, mari kita ingat bahwa Ekaristi adalah  pelajaran kasih, pelajaran untuk berbagi. Dengan Eka25  risti, Yesus mengajak kita untuk berbagi dengan sesama,  berbagi makanan, berbagi pengetahuan, berbagi harapan  di atas bumi sebagai rumah bersama, juga berbagi pada  segala makhluk, agar kita terbebas dari ketamakan.  Pun, dengan itu, Ekaristi yang kita lakukan pada hari  Minggu, hari istirahat, bisa “memancarkan cahayanya  bagi seluruh minggu dan mendorong kita untuk lebih  mengusahakan perlindungan dan pelestarian alam dan  kepedulian pada kaum miskin.”10  

Mari kita bersyukur atas rahmat Ekaristi yang kita  terima selama ini. Kita syukuri makanan rohani yang  mendorong kita untuk peduli pada penderitaan sesama  dan rusaknya bumi ini. Mari kita mohon agar kita pun  bisa berbagi dan hidup selaras dengan segala ciptaan  Allah di atas bumi.  
10 Lihat Laudato Si no. 1, 7, 9, 236 dan 237.  26  

PERISTIWA SEDIH  

PERISTIWA SEDIH PERTAMA:  
Yesus Berdoa dalam Sakrat Maut  kepada Bapa di Taman Getsemani  
Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambilah  cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi janganlah  menurut kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu  yang terjadi.  (Mat 26:39).  
Doa Yesus di Taman Getsemani jelas menunjukkan  bahwa Ia mendahulukan kehendak Allah Bapa  di surga dibandingkan kehendak-Nya sendiri. Hal ini  mengingatkan kita agar juga berani menjadi “instrumen  Allah Bapa agar planet kita menjadi apa yang Dia  inginkan ketika Ia menciptakannya, dan agar bumi memenuhi  rencana-Nya yaitu perdamaian, keindahan, dan  keutuhan.” Seluruh ciptaan di alam semesta adalah milik  Allah. Bumi ini juga milik Allah. Apakah kita manusia  yang diciptakan Allah untuk mengelola dan merawat  seluruh isi bumi (Kej 2:15) sudah menjalankan tugas  kita?  

Saat ini ibu bumi atau saudari kita ini sedang merintih  kesakitan, dan dalam bayang-bayang kehancuran,  27  seperti juga Yesus yang merintih. Bumi merintih karena  kerusakan yang kita timpakan dan lakukan kepadanya.  Udara, tanah, dan air diracuni berbagai limbah dan  polusi. Kita membuang sampah sembarangan. Lautan  dan sungai sudah menjadi lautan dan sungai sampah.  Planet bumi bahkan sudah menjadi planet plastik karena  begitu banyaknya sampah plastik. Meneladan pada  Yesus, kita diminta melakukan pertobatan batin yang  mendalam, yang terwujud pada pertobatan ekologis. 11  

Mari kita bertobat dengan mengubah cara hidup atau  kebiasaan-kebiasaan kita agar mampu merawat bumi  supaya tetap bersih dan indah, seperti misalnya kebiasaan  menaruh sampah pada tempatnya, memelihara tanaman,  dan juga kebiasaan hemat air serta listrik.  
11 Lihat Laudato Si no. 1-2, 53 dan 217.  28  


PERISTIWA SEDIH KEDUA:  
Yesus Didera  
Mereka memukul kepalanya-Nya dengan buluh,  dan meludahi-Nya dan berlutut menyembah-  Nya. Sesudah mengolok-olok Dia, mereka menanggalkan  jubah ungu yang dipakai-Nya dan  mengenakan lagi pakaian-Nya kepada-Nya.  (Mrk 15:19-20a).  
Ketika kita mengikuti St. Paulus yang mengatakan  bahwa “kepenuhan Allah berkenan diam di dalam  Dia, dan oleh Dialah Allah memperdamaikan segala  sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun  yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian  oleh darah salib Kristus” (Kol 1:19-20), menjadi jelas  bahwa saat ini pun Yesus didera dan merintih kesakitan  ketika kita menyakiti dan merusak bumi dan segala  isinya dengan gaya hidup kita. “Kejahatan terhadap  alam adalah dosa terhadap diri kita sendiri dan dosa  terhadap Allah”. Apakah kita sadar bahwa gaya hidup  kita menyakiti Allah Sang Pencipta semesta alam?  

Gaya hidup yang menyakiti bumi dan segala isinya  adalah budaya gampang membuang. Sangat sering kita  menggunakan piring, gelas, sendok, garpu, dan sedotan  plastik sekali pakai yang langsung dibuang menjadi  29  sampah. Kita membuang banyak makanan padahal  membuang makanan sama saja dengan mencurinya dari  orang miskin dan kelaparan. Tidak hanya barang. Tak  jarang, kita pun suka ‘membuang’ atau mengucilkan  orang yang tidak kita sukai karena perbedaan suku,  agama, pilihan politik, dan perbedaan lainnya.  

Mari kita bertobat dengan mengusahakan persaudaraan  sejati dengan semua orang, dengan berusaha  menghabiskan  makanan yang kita ambil dan mau berbagi  makanan dengan mereka yang miskin dan kelaparan.12  Mari kita juga berusaha mengurangi pemakaian barang  sekali pakai yang biasanya langsung dibuang, seperti  kantong plastik dan kemasan-kemasan makanan-minuman.  
12 Lihat Laudato Si no. 8, 22 dan 50.  30  

PERISTIWA SEDIH KETIGA:
Yesus Dimahkotai Duri  
Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan  menaruh di atas kepala-Nya. Kemudian mereka  mulai memberi hormat kepada-Nya, katanya,  “Salam, hai raja orang Yahudi.”  (Mrk 15:17-18).  
Yesus dimahkotai duri berarti Ia dihina meski seolaholah  dihormati. Tak jarang, sikap dan pilihan hidup  kita, yang seolah menghormati Allah, justru menghina-  Nya. Lihatlah, ketika kita memanfaatkan sumber-daya  alam dalam ketamakan atau keserakahan, kita bukan  memuji dan menghormati-Nya, melainkan memahkotai-  Nya dengan duri! Manusia telah ‘dimahkotai’ dengan  akal budi untuk bisa hidup dengan baik bersama seluruh  ciptaan di atas bumi. Sayangnya, sekarang ini, akal  budi yang telah dikembangkan dalam ilmu pengetahuan  dan teknologi, justru berkembang salah arah, merusak  keutuhan ciptaan. Manusia menjadi sombong dan  congkak. 

Lihatlah, saat ini isi bumi dijarah dengan kegiatan  penambangan yang tidak bertanggungjawab. Hutan  digunduli dan dibakar, sehingga asapnya menyebabkan  banyak orang sakit. Kawasan hutan dan alam yang  berguna untuk sumber makanan, obat dan berbagai  manfaat, dirusak, dan binatang-binatang pun kehilangan  tempat tinggal. Bumi pun makin panas dan iklim berubah.  Itulah akibat dari cara berpikir ekonomis jangka pendek  yang keliru. Itulah mahkota duri Yesus saat ini.13  

Mari kita bertobat dengan mengubah cara berpikir  kita yang lebih suka akan keuntungan diri yang sesaat.  Mari kita juga berusaha mewujudkannya dengan sungguh  menjaga kelestarian hutan dan alam dengan gununggunung,  lembah dan sungai-sungainya. Mari kita pelihara  juga tanaman-tanaman yang ada di sekitar kita dan tidak  semena-mena pada binatang-binatang yang ada.  
13 Lihat Laudato Si no. 9, 32, dan 102-114.  32  


PERISTIWA SEDIH KEEMPAT
Yesus Memanggul Salib-Nya  
Sambil memikul salib-Nya, Ia pergi keluar ke  tempat yang bernama Tempat Tengkorak, yang  dalam bahasa Ibrani disebut Golgota.  (Yoh 19:16b).
Sampai saat ini Yesus masih memanggul salib kita,  memanggul dosa manusia karena manusia tidak  peduli  pada alam dan sesama. Manusia terus saja  egois, serakah, hanya berpikir untuk mencari apa yang  menguntungkan dan menyenangkan dirinya sendiri  saja. Sangatlah jarang orang yang mau sungguh merawat  bumi dan segala isinya agar tetap bersih, indah, dan  baik serta dapat menunjang kehidupan anak-anak dan  generasi yang akan datang. 

Ada tiga antroposentrisme modern yang disebut  Paus Fransiskus, yang menjadi sumber keserakahan  baru. Hal itu bisa kita refleksikan sebagai tiga hal yang  membuat Yesus sungguh terbebani dan membuat-Nya  jatuh tiga kali. Yang pertama adalah relativisme praktis,  yaitu suatu sikap dan cara pandang yang menganggap  bahwa segala sesuatu yang tidak langsung melayani  kepentingannya sendiri itu tidak penting. Yang kedua  adalah melihat pekerjaan semata-mata untuk mendapat keuntungan ekonomi, bukan untuk pengembangan  diri dan pemeliharaan bumi. Yang ketiga adalah teknologi  biologis (misal rekayasa genetika) yang tidak  memperhatikan etika kehidupan dan melulu untuk kepentingan  sekelompok orang.14  

Mari kita bertanya pada diri: sampai kapan kita  berkubang  dalam egoisme dan keserakahan kita, dengan  mengorbankan alam serta sesama? Mari kita mohon  rahmat kerendahan hati agar kita mampu bertobat dari  kecongkakan dan ketamakan kita, tidak mencari keuntungan  diri, dengan mengorbankan sesama dan alam.  
14 Lihat Laudato Si no. 36, 115-122, 128, 134, 160 dan 204

PERISTIWA SEDIH KELIMA:
Yesus Wafat di Salib
Yesus berseru dengan suara nyaring “Ya Bapa,  ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”.  Sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-  Nya.  (Luk 23:46)
Kematian Yesus mengingatkan kita akan kematian  banyak orang miskin dan bayi-bayi, juga matinya  banyak spesies dan hancurnya keanekaragaman-hayati  sebagai akibat langsung dari rusaknya alam, ‘hasil’  dari dosa ketamakan manusia, dosa ekologis yang  paling kentara. Egoisme membuat masing-masing lebih  mementingkan diri sendiri, sehingga membunuh yang  lemah. Ada banyak manusia serakah yang egois tidak  bisa mendengar jeritan ibu bumi yang rusak dan jeritan  sesama yang miskin. 

Dengan kematian Yesus, kita bukan hanya ditebus,  tetapi juga diingatkan tentang makna kematian dan  hidup kita, tentang kesaling-tergantungan kita, dan juga  tentang suatu masa depan untuk dibagi bersama. Pilihan  gaya hidup kita akan menentukan masa depan planet  bumi, dan pertobatan ekologis adalah syaratnya. Dalam  cakrawala itu, kita diajak untuk meyakini bahwa  tidak ada yang sia-sia kalau kita berbuat baik. Meski tampak  kecil dan sederhana, satu dua tindakan nyata kepedulian  pada sesama serta aktif menjaga keasrian  lingkungan  pasti akan berdampak luas.15  

Mari  kita mohon ampun pada Allah Bapa atas  dosa-dosa ekologis kita. Selama ini kita kurang merasakan  derita kematian saudara-saudara yang lemah  dan terlantar, serta kurang peduli atas hancurnya keanekaragaman-  hayati di bumi kita, khususnya di Indonesia  ini. Kita mohon rahmat Tuhan, dengan bantuan  Bunda Maria, agar bisa mewujudkan pertobatan ekologis  dalam hidup sehari-hari.  
15 Lihat Laudato Si no. 29, 32-42, 39, 202 dan 212.  36  


PERISTIWA MULIA

PERISTIWA MULIA PERTAMA: 
Yesus Bangkit dari antara Orang Mati
Malaikat itu berkata, janganlah kamu takut;  sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang  disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah  bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya.  (Mat 28:5-6).
Dikatakan oleh St. Paulus bahwa Yesus adalah gambar  Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih  utama dari segala yang diciptakan. Ia pula yang pertama  bangkit dan kemudian memperdamaikan segala sesuatu  dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi maupun yang ada  di sorga (Kol 1:15,18,20). Itu berarti,  seperti dikatakan  St. Fransiskus Asisi, sebenarnya semua makhluk di atas  bumi itu bersaudara, yang harus saling mendukung dalam  gerak menuju Allah, menuju keselamatan, dan kebangkitan  abadi. Semua ciptaan saling tergantung dan  saling memberi kehidupan selama di dunia. Bukan hanya  manusia yang akan mendapatkan keselamatan, maka  manusia bukan penguasa yang hanya hidup untuk dirinya.

Dalam kesadaran itu, dan dalam kesatuan dengan  Yesus yang telah bangkit, marilah kita berdoa:  Ya Allah Tritunggal, persekutuan kasih yang agung  dan tanpa batas, ajarkan kami untuk menatap Engkau  dalam keindahan alam semesta, di mana segala sesuatu  berbicara tentang Dikau. Bangkitkan puji dan syukur  kami atas semua makhluk ciptaan-Mu. Anugerahilah  kami agar dapat merasakan ikatan mendalam dengan  semua yang ada.  

Allah yang mahakasih, tunjukkan tempat kami di  dunia ini sebagai sarana kasih-Mu untuk semua makhluk  di bumi ini, karena tiada yang Engkau lupa.  Terangilah para pemegang kekuasaan dan modal  agar mereka menjaga diri terhadap dosa ketidakpedulian,  mencintai kesejahteraan umum, memajukan orang  lemah, dan merawat dunia yang kami huni.  Mari, terutama bersama orang-orang miskin dan  seluruh bumi kita mohon: Ya Tuhan, peganglah kami  dengan kuasa dan terang-Mu untuk melindungi segenap  yang hidup, untuk menyiapkan masa depan yang lebih  baik untuk mendatangkan Kerajaan-Mu, Kerajaan keadilan,  damai, cinta, dan keindahan. Terpujilah Engkau!”16  
16 Lihat Laudato Si no. 83, 100, 244 dan 246.  38  


PERISTIWA MULIA KEDUA:
Yesus Naik ke Surga 
Sesudah Ia mengatakan demikian, Ia diangkat  ke surga disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-  Nya dari pandangan mereka. Hai orang  Galilea, mengapa kamu berdiri melihat ke langit?  Yesus ini, yang diangkat ke surga meninggalkan  kamu, akan kembali dengan cara yang sama  seperti kamu lihat Dia naik ke surga.  (Kis1:9-11). 
Yesus naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi  kita (cf. Yoh. 14: 2). Di akhirat, kita akan menemukan  diri kita berhadapan muka dengan keindahan Allah  yang tak terbatas (1Kor. 13:12), dan dengan kagum  dan bahagia, kita akan mampu membaca rahasia alam  semesta yang bersama-sama menuju ke rumah kita  bersama di surga. Kehidupan kekal akan menjadi sebuah  pengalaman bersama yang mengagumkan, di mana  setiap makhluk berubah rupa dengan gemerlapan,  akan mengambil tempatnya, dan akan memiliki sesuatu  untuk dipersembahkan kepada kaum miskin yang telah  dibebaskan untuk selamanya.  

Karena itu, Allah yang memanggil kita kepada suatu  komitmen yang murah hati dan rela memberikan segalanya, memberi kita kekuatan dan juga terang yang  kita butuhkan untuk bergerak maju. Di tengah dunia  ini, Tuhan kehidupan yang begitu mengasihi kita, terus  hadir. Ia tidak menjauhi kita, Ia tidak meninggalkan kita  sendirian, karena Ia telah menyatukan diri-Nya definitif  dengan bumi kita, dan kasih- Nya terus-menerus  mendorong  kita untuk menemukan jalan-jalan baru.  Terpujilah Dia!17  


Mari kita mohon agar mampu merasakan kekuatan  cinta dan harapan-Nya, terutama harapan yang bisa  menguatkan kita menghadapi saat-saat sulit ini. Kita  mohon harapan yang juga mendorong kita agar bisa  bersaudara dengan semua ciptaan di atas bumi. Kita  juga mohon agar mendapatkan cara-cara baru untuk mengelola  bumi dan merawat kehidupan semua mahluk.  
17 Lihat Laudato Si no. 243 dan 245.  40  


PERISTIWA MULIA KETIGA:
Roh Kudus Turun atas Para Rasul
Tiba-tiba terdengarlah bunyi dari langit seperti  tiupan angin keras yang memenuhi seluruh  rumah, di mana mereka duduk, lalu mereka semua  dipenuhi Roh Kudus, dan mulai berbicara  dalam bahasa lain, seperti yang diberikan oleh  Roh itu kepada mereka untuk dikatakan.  (Kis 2:2,4) 
Roh Kudus yang turun atas para rasul adalah Roh yang  menyatukan, tetapi sekaligus Roh yang menyalakan  dan menggerakkan cinta, daya cipta yang tak terbatas.  Roh yang menyatukan itu adalah Roh yang menyatakan  bahwa kita semua bersaudara dalam Allah Bapa. Sebagai  saudara, kita saling tergantung, saling menghidupi.  Karena itu perlu saling menghargai dan melindungi, bukan  hanya menyelamatkan diri sendiri saja, yang justru  akan berujung pada kehancuran dan kematian.

Roh Kudus yang menyalakan cinta adalah Roh  yang mendorong kita untuk melakukan hal-hal kecil  dan sederhana bagi sesama dan bumi ini. Secara pribadi  kita bisa melakukannya, sehingga secara bersama  kita bisa membuat kebiasaan baru, seperti hemat air,  hemat makanan, hemat listrik, mengurangi pemakaian  plastik sekali pakai, dan juga memilah dan mengurangi  sampah. Pun, jika kita punya kemampuan, Roh itu pula  yang mendorong untuk mewujudkan kesejahteraan  umum secara nasional maupun global. Kita didorong  untuk berani menyampaikan keprihatinan kita dan juga  didorong untuk bertindak nyata.

Karena itu pula, mari kita berdoa: “Roh Kudus,  dengan terang-Mu Engkau mengarahkan dunia ini kepada  kasih Bapa dan menyambut rintihan segala makhluk,  termasuk rintihan kami pada masa ini. Engkau  juga hidup dalam hati kami, menguatkan kami, dan  mendorong  kami melakukan apa yang baik. Terpujilah  Engkau!18  
18 Lihat Laudato Si no. 80, 228-232, dan 246.  42 


PERISTIWA MULIA KEEMPAT:
Maria Diangkat ke Surga
Jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati  dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa  dengan perantaraan Yesus, Allah akan mengumpulkan  bersama-sama dengan Dia, mereka  yang telah meninggal. Sesudah itu kita  yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat  bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong  Tuhan di angkasa. Demikianlah kita  akan selama-lamanya bersama-sama Tuhan.  (1Tes 4:14,17)
Dengan diangkat ke surga, Maria adalah Ibu dan  Ratu seluruh ciptaan. Dalam tubuh kemuliaannya,  bersama dengan Kristus yang bangkit, sebagian dari  ciptaan telah mencapai kepenuhan keindahannya. Ia  tidak hanya menyimpan dalam hatinya seluruh kehidupan  Yesus yang ia asuh dengan setia (bdk. Luk  2:19,51), tetapi sekarang pun ia memahami arti segala  sesuatu.19

Oleh karena itu, marilah kita mohon bantuan Bunda  Maria agar kita bisa memandang dunia ini dengan mata  yang lebih bijaksana, sehingga kita bisa memeliharanya  sebaik-baiknya. Kita mohon agar mampu memahami  segala peristiwa yang kita alami sekarang ini, dan bisa  dengan sungguh hati mengupayakan untuk berbagi dan  berbela rasa, mau menjadi sesama bagi yang lain. 
19 Lihat Laudato Si no. 241.  44  


PERISTIWA MULIA KELIMA:  
Maria Dimahkotai di Surga  
Tampaklah suatu tanda besar di langit; seorang  perempuan berselubungkan matahari, dengan  bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota  dari dua belas bintang di atas kepala-Nya.  (Why 21:1)  
Di surga, Maria telah berubah rupa, dia hidup dengan  Yesus, dan semua makhluk menyanyikan  keelokannya. Dia adalah “perempuan berselubungkan  matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah  mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya”. (Why  12:1).

Dari surga itu, Maria, Bunda yang merawat Yesus,  sekarang merawat dunia yang terluka ini dengan kasih  sayang dan rasa sakit seorang ibu. Sama seperti hatinya  yang tertusuk telah meratapi kematian Yesus, sekarang  dia merasa kasihan dengan penderitaan orang-orang  miskin yang disalibkan dan makhluk-makhluk dari dunia  yang dihancurkan oleh kuasa manusia.20  

Marilah kita mohon pada Bunda Maria agar kita  peka terhadap penderitaan banyak orang miskin dan juga  penderitaan banyak makhluk di atas bumi ini, bukan hanya penderitaan diri kita sendiri, sehingga  kita tergerak  untuk ikut membantu dan merawatnya. Kita mohon  juga agar kita bisa mengupayakan tindakan kasih dan  kepedulian yang nyata dalam hidup kita sehari hari.
20 Lihat Laudato Si no. 241.

Catatan akhir:  Di akhir ensiklik Laudato Si Paus Fransiskus mengajak kita  berdoa untuk bumi. Ada dua doa. Yang pertama adalah “Doa  untuk Bumi Kita” dan yang kedua “Doa Orang Kristen dalam  Kesatuan dengan Ciptaan.” Dua doa itu dicantumkan di sini  sebagai tambahan, meski sebagian sudah masuk dalam renungan  peristiwa, seperti dalam renungan peristiwa mulia  yang pertama. Jika tertarik dan ada waktu, silakan mendoakan  di akhir doa Rosario.  47  

DOA UNTUK BUMI KITA 
Allah yang Mahaagung, 
Engkau hadir di segenap alam raya. 
Engkau hadir pula di setiap jengkal hidup  makhluk yang Kaucipta. 
Engkau memeluk semua yang ada  dengan kelembutan jiwa.  
Maka, ya Allahku,  
taburilah kami dengan daya cinta-Mu,  
penuhilah pula kami dengan damai-Mu,  
agar kami mampu memelihara indahnya kehidupan,  
agar kami bisa erat bersaudara,  
tidak saling menabur luka dan duka. 
Allah kaum papa,  
tolonglah kami  untuk menyelamatkan mereka  yang tersisih dan terlupa,  
karena di mata-Mu mereka juga begitu berharga.  
Sembuhkanlah hidup kami,  
supaya kami dapat sungguh melindungi bumi,  
bukan malah menjarahnya,  
Kuatkanlah kami  agar dapat menaburkan keindahan,  
bukan polusi dan kerusakan.  
Sentuhlah hati mereka  yang merugikan orang miskin dan papa,  
dan yang merusak bumi demi keuntungan semata.  

Ajarilah kami menemukan makna dari setiap hal yang ada,  
agar jiwa kami dipenuhi rasa terpesona,  
sehingga mampu menghormati ciptaan-Mu.  
Ajarilah kami,  
agar kami lebih mampu memahami  
makna kebersatuan kami  dengan setiap ciptaan  
terutama dalam pejiarahan bersama  
menuju cahaya-Mu yang abadi.  
Kami bersyukur kepada-Mu  
karena Engkau berkenan bersama kami setiap hari,  
dan karena itu ya Allahku,  
kuatkanlah kami  
dalam perjuangan mewujudkan keadilan,  
cinta dan damai di bumi.


DOA ORANG KRISTEN 

DALAM KESATUAN DENGAN CIPTAAN 
Allah Bapa,  
bersama dengan semua makhluk, kami memuji-Mu.  
Mereka berasal dari tangan-Mu yang Mahakuasa.  
Mereka semua milik-Mu,  
penuh dengan kehadiran dan cinta-Mu yang amat lembut.  

Terpujilah Engkau ya Yesus, Putra Allah.  
Melalui Engkau semua diciptakan.  
Engkau dibentuk dalam rahim Maria, Ibu-Mu.  
Engkau menjadi bagian dari seluruh bumi,  
dan Engkau memandang dunia ini  
dengan mata manusia-Mu.  
Hari ini, Engkau hidup dalam setiap makhluk,  
dalam kemuliaan kebangkitan-Mu.  

Terpujilah Engkau, ya Roh Kudus.  
Dengan sinar cahaya-Mu Engkau membimbing dunia ini  
menuju cinta Allah Bapa,  
dan menemani seluruh ciptaan  
ketika mengeluh dan mengesah dalam kedukaan.  
Engkau juga hadir di hati kami,  
membimbing kami untuk melakukan  
perbuatan-perbuatan yang baik. 

Terpujilah Engkau ya Allah Tritunggal,  
kesatuan cinta abadi yang mengagumkan.  
Ajarilah kami untuk merenungkan dan mencecapi-Mu  
dalam keindahan alam raya,  
karena setiap hal di dunia ini menyebut-Mu.  
Bangkitkanlah rasa kagum dan syukur kami  
atas setiap makhluk ciptaan-Mu.  
Berilah kami rahmat  
untuk merasakan kesatuan mendalam  
dengan setiap hal yang ada di muka bumi ini.  

Allah yang Pengasih,  
tunjukkanlah kepada kami  
tempat kami di dunia ini,  
sebagai saluran kasih-Mu  
bagi seluruh makhluk di muka bumi,  
karena tak satu pun terlupakan di mata-Mu. 

Terangilah mereka yang mempunyai kuasa dan harta,  
agar mereka terhindar dari dosa ketidakpedulian,  
agar mereka dapat memperjuangkan kebaikan bersama,  
mendukung yang lemah, dan memperhatikan bumi,  
tempat tinggal kami ini.  

Mereka yang miskin,  
dan juga bumi ini, 
menangis. 
Karena itu, ya Tuhanku,  
rengkuhlah kami dengan kekuatan dan cahaya-Mu.  
Tolonglah kami untuk melindungi seluruh hidup,  
agar mampu mempersiapkan masa depan  
yang lebih baik,  
demi datangnya kerajaan-Mu yang penuh keadilan,  
damai, cinta, dan keindahan.  
Terpujilah Engkau ya Allah!  
Amin. 
  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Yang Tertukar

Kecerdasan buatan - Artificial Intelegent